OPINI—Ketika kita diberi pertanyaan, “Apakah mau hidup miskin atau berkecukupan?” Tentu kita akan menjawab ingin hidup sejahtera dan berkecukupan, namun pada faktanya kemiskinan hari ini masih menjadi problem yang menahun.
Indonesia sendiri pernah menargetkan bebas kemiskinan ekstrem pada tahun ini, sehingga berbagai program prioritas dilakukan, fokusnya adalah mengupayakan penurunan kemiskinan ekstrem dengan capaiam 0% di tahun ini 2024.
Target itu sepertinya masih jauh panggang dari api. Ibarat pepesan kosong yang tidak ada nilainya karena upaya pemerintah yang jauh dari cukup. Banyak ekonom menilai target pengentasan kemiskinan hingga mencapai 0% pada 2024 ini sulit. Apalagi 2024 adalah tahun kontestasi sehingga seluruh perhatian dan sumber daya difokuskan pada hajatan politik.
Pemerintah Indonesia memperkirakan kemiskinan ekstrem bisa melonjak drastis pada penghujung tahun 2024. Sekitar 6,7 juta warga diperkirakan akan mengalami kemiskinan ekstrem pada 2024. Jika merujuk pada standar garis kemiskinan global, yakni USD2,15 PPP (purchasing power parity).
Dari laman cnbcindonesia, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan selama ini pemerintah menggunakan basis perhitungan masyarakat miskin ekstrem dengan garis kemiskinan sebesar US$ 1,9 purchasing power parity (PPP) per hari. Padahal secara global sudah US$ 2,15 PPP. Sementara itu, batas garis kemiskinan di Indonesia pada Maret 2023 ditetapkan sebesar Rp550.458 per kapita per bulan.
Kemiskinan ekstrem menjadi problem dunia, menandakan adanya persoalan sistemik yang dihadapi dunia sebab penerapan sistem kapitalis. Akibatnya anak akan mengalami banyak problem kehidupan yang akan berpengaruh pada nasib dunia di masa yang akan datang.
Di sisi lain, perlindungan sosial negara hari ini ibarat tambal sulam sistem ekonomi kapitalis, yang tak akan membuat generasi sejahtera.
Direktur global kebijakan sosial dan perlindungan sosial UNICEF Natalia Winder Rossi, sebagaimana dikutip Antara, Kamis (15-2-2024), mengatakan bahwa secara global, terdapat 333 juta anak yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, berjuang untuk bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari USD2,15 (Rp33.565) per hari, dan hampir satu miliar anak hidup dalam kemiskinan multidimensi. Bukti bahwa dunia, terutama anak-anak, sedang tidak baik-baik saja dalam dekapan kapitalisme.
Adanya negara berpendapatan rendah dan negara berpendapatan tinggi sangat memengaruhi tingkat kemiskinan di negara tersebut, mengapa?, sebab sistem kapitalisme meniscayakan hal itu terjadi. Sistem ini sifatnya eksplosif dan destruktif.
Eksplosif karena eksistensi ideologi ini tidak bisa dilepaskan dari cara penyebarannya, yakni penjajahan atau imperialisme. Ditambah, nilai kebebasan yang diagungkan menjadi dalih pembenar atas eksploitasi yang mereka (negara adidaya) lakukan pada negeri-negeri yang memiliki kekayaan SDA yang melimpah ruah.
Sistem ini juga memiliki daya rusak yang dahsyat. Atas nama kebebasan kepemilikan dan liberalisasi pasar, satu atau dua individu bisa menguasai satu negara. Inilah yang disebut oligarki kapitalis. Tidak jarang pula liberalisasi dan eksploitasi mengakibatkan rusaknya keseimbangan ekosistem alam yang berpengaruh pada perubahan iklim secara ekstrem.
Sistem Ekonomi kapitalis saat ini memberi kebebasan dalam kegiatan ekonomi sehingga pengusaha dapat menguasai hajat hidup rakyat termasuk menguasai sumber daya alam. Kondisi ini merupakan konsekuensi dari reinventing goveerment, di mana negara hanya berperan sebagai regulator.
Reinventing government berarti mewirausahakan birokrasi, yakni mentransformasikan semangat wirausaha ke dalam sektor publik, sehingga negara diurus layaknya mengurus sebuah perusahaan.
Dengan kedudukan sebagai perusahaan, jelas akan mengambil untung, sementara rakyat akan hidup miskin, sehingga kondisi ini menjadi ancaman terhadap keselamatan generasi, dan masa depan bangsa.
Berbagai bentuk ketimpangan ini akan tetap abadi sepanjang zaman selama masih menerapkan kapitalisme. Meskipun ada kebijakan bantuan sosial, sifatnya sebagai sekadar “pereda nyeri”, efeknya hanya temporal, dilakukan kadang-kadang saja, tidak kontinu. Jumlah dana yang dibagi pun tidak mencukupi untuk makan sehari-hari.
Penyebab lain pengentasan kemiskinan ekstrem sulit dilakukan adalah adanya ketimpangan ekonomi. Jangankan di wilayah miskin, di wilayah yang kaya saja, penduduknya miskin. Ini persis peribahasa “tikus mati di lumbung padi”, yaitu banyak penduduk yang miskin, padahal tinggal di daerah kaya
Berbeda dengan kapitalisme, Islam mewujudkan kesejahteraan yang merata. Islam mengakui ada kepemilikan individu. Artinya, setiap individu boleh bekerja semaksimal kemampuannya untuk mendapatkan kekayaan. Akan tetapi, syariat Islam membatasi cara memperoleh kekayaan tersebut.
Kekayaan yang terkategori kepemilikan umum, haram untuk dikuasai individu. Misalnya, tambang migas dan nonmigas yang depositnya besar, sungai, laut, hutan, padang, dan sebagainya. Oleh karenanya, tambang batu bara tidak boleh dimiliki individu (swasta), baik lokal maupun asing.
Tambang batu bara merupakan milik umum seluruh kaum muslim sehingga harus dikelola negara untuk kemudian hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Hasilnya bisa dikembalikan berupa produk (briket) bagi yang membutuhkan dan berupa layanan publik (pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dll.).
Walhasil, dengan pengaturan kepemilikan secara adil dan pengaturan cara perolehan harta oleh Khilafah, setiap individu dalam masyarakat akan mendapatkan “kue ekonomi” secara adil. Setiap orang mendapatkan kesejahteraan dan tidak akan terjadi kemiskinan ekstrem.
Jika masih ada penduduk yang miskin, misalnya karena fisik lemah, kurang akal, dsb., Khilafah akan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Jaminan ini bersifat kontinu hingga kelemahan tersebut hilang.
Melalui penerapan sistem Islam secara kaffah, kemiskinan dapat dicegah dan diatasi. Kalaulah dalam pemerintahan Islam ada penduduk miskin, jumlahnya sangat minim. Hal ini pun juga akan teratasi dengan baik sebab dalam sistem Islam terdapat perintah dan anjuran agar harta kekayaan tidak beredar di kalangan orang-orang kaya saja. Anjuran untuk bersedekah dan kewajiban zakat bagi orang kaya akan memberikan keharmonisan dalam mencapai kesejahteraan.
Jika masyarakat sejahtera dengan terpenuhinya kebutuhan asasi mereka, generasi akan terbebas dari bayang-bayang penyakit, kelaparan, gizi buruk, dan kemiskinan. Wallahualam. (*)
Penulis:
Mansyuriah, S. S
(Pemerhati Sosial)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.
Tidak ada komentar