Presiden AS Joe Biden akan berkunjung ke Israel, Rabu (18/10). Kunjungan ini mendapat dukungan dari dua pemimpin faksi mayoritas dan minoritas di Senat AS yang ingin memastikan Israel mematuhi hukum perang. Sementara itu, China mengirimkan utusan khusus ke Timur Tengah untuk memfasilitasi gencatan senjata konflik Israel-Hamas.
Menjelang kunjungan Presiden Joe Biden ke Israel, Ketua Fraksi Minoritas di Senat AS, Senator Mitch McConnell, dan Ketua Fraksi Mayoritas, Senator Chuck Schumer, Selasa (17/10) menyampaikan dukungan mereka kepada Presiden Biden.
“Saya tahu dia akan menyampaikan pesan dukungan dan solidaritas yang kuat ketika ia bertemu dengan orang-orang Yahudi. Dan saya tahu ia akan menegaskan kembali, seperti yang saya dan rekan-rekan saya lakukan ketika bertemu dengan setiap pemimpin Israel, perlunya mematuhi hukum perang dan meminimalkan kematian warga sipil Palestina,” jelasnya.
Wakil Juru Bicara Departemen Pertahanan AS hari ini juga mengatakan Menteri Pertahanan Llyod Austin menempatkan sekitar 2.000 personel dan sejumlah unit pada tingkat kesiapan yang lebih tinggi untuk dikerahkan, yang meningkatkan kemampuan Departemen Pertahanan untuk merespons dengan cepat lingkungan keamanan yang berkembang di Timur Tengah. Belum ada keputusan yang diambil untuk mengerahkan pasukan apa pun saat ini. Menteri Pertahanan akan terus menilai postur kekuatan dan tetap berhubungan erat dengan sekutu dan mitra AS.
Selain itu, ia menyetujui perpanjangan penempatan Grup Serangan Kapal Induk Gerald R. Ford di Area Operasi Armada Keenam Angkatan Laut AS di Eropa-Afrika. Kelompok penyerang tersebut mendekati akhir masa penempatan enam bulannya di wilayah tanggung jawab Komando AS di Eropa.
Sementara itu, China mengirimkan utusan khusus ke wilayah tersebut, menandakan kesediaannya untuk meningkatkan keterlibatannya dalam memfasilitasi potensi gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Amerika telah memperingatkan Iran dan negara-negara lain untuk tidak mengambil keuntungan dari konflik tersebut. AS juga mendesak China untuk menggunakan pengaruhnya di Timur Tengah untuk mencegah aktor negara atau non-negara menyerang Israel dan memperluas perangnya dengan Hamas.
China mempertahankan hubungan yang hangat dengan Iran. Pada bulan Maret, China menjembatani kesepakatan normalisasi antara Iran dan Arab Saudi.
Daniel Kurtzer mantan Duta Besar AS untuk Israel dari tahun 2001 hingga 2005 mengatakan,“China mampu melakukan hal ini karena hubungan mereka dengan kedua belah pihak. China juga memiliki kepentingan ekonomi dan sumber daya alam yang sangat signifikan, kontrak minyak jangka panjang dengan Iran, yang kini telah mengerahkan sejumlah aset angkatan laut untuk menjamin keamanan ekspor minyak dan gas. Jadi, dalam kedua hal, baik diplomatik, ekonomi, dan militer, peran China semakin meningkat.”
Beberapa pejabat AS skeptis China bisa menjadi perantara penyelesaian politik jangka panjang terhadap konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama beberapa dekade, dan menunjukkan bahwa Iran adalah pendukung lama Hamas. China mengecam “tindakan terhadap warga sipil” namun tidak secara eksplisit mengecam Hamas.
Nicholas Burns, Duta Besar AS untuk China mengatakan, “Hamas tidak menerima solusi dua negara. Hamas tidak menerima negara Israel. Hamas, berdasarkan keyakinannya, ingin menghancurkan negara Israel dan membunuh warga Israel. Yang masih harus dilihat adalah apakah China mempunyai kemampuan untuk menjadi mediator sejati.”
Minggu ini, China menyambut para pejabat dari 130 negara untuk menghadiri forum Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI), yang diperkirakan akan dihadiri oleh Presiden Rusia Vladimir Putin, ketika perang negaranya dengan Ukraina berlanjut memasuki tahun kedua. Beijing juga menawarkan diri menjadi pembawa damai dalam perang Rusia melawan Ukraina. [my/lt]
Tidak ada komentar