Berdasarkan Kalender Pentahapan, Pemilu Akan Di Gelar Tanggal 14 Februari 2024, Ini Pandangan Catalyst Institute

HAK SUARA
27 Jan 2024 18:43
Ragam 0 132
3 menit membaca

Malang Jatim, Suarakeadilannews id Berdasarkan kalender dan pentahapan, Pemilu akan di gelar tanggal 14 Februari 2024, sehingga hanya tinggal beberapa Minggu bahkan hari lagi rakyat Indonesia akan diberikan haknya untuk memilih Paslon Capres Cawapres dan juga para anggota legeslatif.

Melihat para kontestan juga masyarakat dalam memberikan dukungan saat ini terlihat sangat antusias dan dinamis. Tentu Indonesia sebagai negara demokrasi, masyarakat diberikan kebebasan untuk menentukan pilihannya. Karena itu penting untuk tetap menjaga perdamaian ditengah perbedaan pilihan.

Yadafial Maulana Hammi, Ketua Catalyst institute mengungkapkan dan memberikan catatan untuk mewujudkan pemilu damai ditengah tengah perbedaan suasana berdemokrasi.

“Pemilu damai dapat terwujud, apabila secara normatif setiap kelompok yang ada di Indonesia memiliki pandangan nasionalisme yang sama, yaitu nasionalisme Pancasila” kata pria yang akrab di panggil Dafi ini.

“Lalu kepentingan kelompok ke kepentingan bangsa dengan menjunjung tinggi Pancasila sebagai landasan dasar atas terlaksananya pemilu di Indonesia” ungkapnya.

Selanjutnya untuk bisa mewujudkan Pemilu damai maka menurut Dafi dibutuhkan sikap toleransi dan semangat bhineka tunggal ika.

“Mengedepankan toleransi sesama warga negara sebagai wujud semangat bhineka tunggal ika yang tidak membedakan suku, agama dan ras” jelasnya.

Sementara itu, terkait dengan siapa atau pihak mana saja yang seharusnya bisa berperan / mempunyai tanggungjawab demi terwujudnya pemilu damai, Dafi menyatakan baik pemerintah, tokoh publik maupun media punya peran penting.

“Tokoh publik memiliki peran penting sebagai katalisator persatuan dan kesatuan warga negara Indonesia saat ini yang berperan sebagai ikon publik yang memiliki kelompok masing-masing pada pemilu ini, tokoh publik harus mencerminkan intelektual politik yang toleran dan sikap demokratis yang tidak memicu polarisasi politik terjadi di kalangan masyarakat, sehingga para pendukung yang berbeda pandangan politik tetap rukun tanpa harus mengorbankan persatuan dan kesatuan” tuturnya.

“Pemerintah sebagai regulator pemilu juga harus mampu berada di tengah – tengah kelompok masyarakat sebagai konstruksi pelaksanaan hukum dan undang-undang yang mengatur jalannya pemilu sehingga keadilan dalam pemilu tetap terjaga dan pemilu mampu secara utuh menjadi sarana integrasi bangsa” jelasnya.

“Dan tentu, media juga menjadi aktor penting dalam kondusifitas informasi agar tidak memicu perpecahan diantara masyarakat indonesia melalui kesesatan informasi yang sering kita sebut hoax” terangnya.

Pelaksanaan Pemilu 2024 sudah semakin dekat dan menurut Dafi terdapat tahapan yang menjadi titik rawan terjadinya permasalahan sehingga perlu diantisipasi.

“Berdasarkan data 2019 lalu, titik rawan yang sering menjadi masa terjadinya gesekan di kelompok masyarakat adalah saat masa kampanye, hal ini terjadi karena pada saat yang bersamaan masyarakat akan di mobilisasi oleh peserta pemilu untuk berpartisipasi dalam sosialisasi gagasan para peserta pemilu” terangnya.

“Masyarakat yang beragam latar belakang untuk pertama kalinya dalam pemilu diperbolehkan untuk ikut mendeklarasikan dukungan di depan umum sehingga mampu memicu konflik karena perbedaan tersebut, dan pada tahapan penghitungan hasil suara juga titik rawan yang harus kita jaga bersama” terangnya.

Menurut Dafi yang juga pemerhati demokrasi dan Pemilu ini, perbedaan hasil suara di TPS banyak menjadi aduan diantara peserta pemilu yang membuat situasi di daerah tersebut menjadi tidak kondusif bahkan cenderung ke vandalisme.

“Sebagai masyarakat pancasila kita harus menjaga seluruh tahapan agar pemilu tetap berjalan sesuai undang – undang dan terwujudnya pemilu damai 2024” pungkasnya.

‍SKN.ID

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x