Liputan4.com | Kab.Bandung – Peristiwa cuaca ekstrem, perubahan iklim, dan perubahan kritis pada sistem bumi merupakan kekhawatiran terbesar yang dihadapi dunia selama dekade berikutnya. Meskipun misinformasi dan disinformasi menjadi risiko jangka pendek terbesar dalam dua tahun ke depan, risiko lingkungan hidup mendominasi dalam jangka waktu sepuluh tahun.
Setidaknya para peneliti menemukan ada empat risiko paling parah selama sepuluh tahun ke depan, yakni peristiwa cuaca ekstrem, perubahan kritis pada sistem bumi, hilangnya keanekaragaman hayati dan runtuhnya ekosistem, serta kekurangan sumber daya alam. Polusi juga termasuk dalam sepuluh risiko paling parah.
Sejumlah ahli mengatakan, krisis perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati yang saling terkait merupakan salah satu risiko paling berat yang harus dihadapi dunia dan tidak dapat ditangani secara terpisah.
Oleh karena itu Yayasan Gajah Sumatra (YAGASU) yang bergerak dalam kegiatan lingkungan, mengajak masyarakat untuk sadar akan kondisi lingkungan dan iklim yang semakin parah. Yakni dengan menjaga lingkungan tetap hijau dan melakukan upaya penanaman pohon dilahan-lahan kritis.
YAGASU selama lebih lima tahun ini mulai menggalakan Program Desa Tangguh Bencana Iklim di seluruh wilayah Indonesia. Diantara wilayah yang sudah digarap adalah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, NTB dan NTT.
sebagai penggagas dan leading sector Program Desa Tangguh Bencana Iklim, menurut salah seorang Pengurus YAGASU, Epi Kustiawan, pihaknya bekerjasama dengan sejumlah kelompok masyarakat untuk mendukung program pemerintah untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim melalui kegiatan restorasi lahan kritis dan pemberdayaan masyarakat.
“Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat secara padat karya dengan melibatkan kelompok pemuda dan wanita dari replikasi kegiatan yang sudah berjalan,” ujar Epi Kustiawan, saat sosialisasi program di Desa Bumiwangi Kecamatan Ciparay Kab. Bandung, Jum’at (12/1/2024).
Lebih lanjut, menurut Epi Kustiawan, dalam upaya penghijauan penting dilakukan upaya tindakan dan kolaborasi bersama untuk mengatasi keadaan darurat iklim dan alam. Oleh karena itu pihaknya mengajak seluruh kelompok masyarakat untuk melakukan penanaman pohon demi perbaikan iklim dan lingkungan.
Program DesaTangguh Bencana Iklim dari YAGASU disambut baik oleh Kepala Desa Bumiwangi, Lukmanul Hakim yang juga merupakan aktivis lingkungan dan penggerak pertanian. Tanah desa seluas kurang lebih 50 hektar yang saat ini sebagian digarap oleh kelompok tani, siap bekerjasama dengan YAGASU untuk Program Desa Tangguh Bencana Iklim.
“Kami menyambut baik dan siap bekerjasama untuk program ini. Tentu saja ini akan melibatkan masyarakat yang tergabung dalam sejumlah kelompok tani. Semoga bisa memberikan dampak positif terhadap lingkungan, iklim dan tentu harapan lainnya juga, bisa memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat,” ujar Lukmanul Hakim, saat sosialisasi di kantor Desa Bumiwangi.
Kegiatan penghijauan yang dilakukan, selain tujuan utamanya untuk memperbaiki iklim, menangkal longsor dan banjir, juga diupayakan bisa memberikan dampak ekonomi langsung terhadap masyarakat. Sehingga varietas pohon yang ditanam, selain berusia diatas 20 tahun, juga sebagian ada yang bisa dijadikan bahan komoditi. Seperti kopi, mangga dan lain sejenisnya.
“Lingkungan sehat, masyarakat sejahtera. Itulah inti dari program ini,” pungkas Epi Kustiawan.***(Asdil)
Terima kasih atas kunjungan Anda dan membaca berita dengan judul: Dalam Program Desa Tangguh Bencana Iklim, Desa Bumiwangi Siap Kerjasama Dengan YAGASU Wartawan: ASEP DILI
Tidak ada komentar