FAJAR.CO.ID, SURABAYA – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengeluhkan pemerintah pusat yang selalu mencampuradukkan warga asli Kota Pahlawan dengan yang berasal dari luar.
Akibatnya, sejumlah indikator tidak benar-benar merepresentasikan keadaan sesungguhnya Kota Surabaya, seperti angka kemiskinan. Maka dari itu, Wali Kota Eri memohon pemerintah pusat untuk memisahkan data hasil Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) 2023 berdasarkan KTP.
Dengan begitu, lanjut dia, intervensi yang dilakukan pemkot setempat untuk warga miskin dapat lebih tepat sasaran. “Data Regsosek selalu mengatakan kemiskinan di Surabaya sekian, tetapi itu karena warga luar Surabaya yang mengekos di Surabaya juga dimasukkan,” kata Eri Cahyadi dalam keterangannya, Minggu (15/10).
Pemerintah kota padahal tidak bisa menganggarkan APBD untuk warga luar Surabaya.
“Jadi misalnya, Surabaya kemiskinan 1 persen (pemkot yang menilai). Namun, yang dari BPS bisa keluar 2 persen. Karena apa? (warga) non-Surabaya juga dimasukkan,” ujar Eri.
Menurut dia, pemkot tidak bisa menganggarkan APBD untuk intervensi kepada masyarakat miskin yang bukan warga Surabaya. Makanya, perlu ada pemisahan data antara warga Surabaya dan non-Surabaya.
Di samping itu, Eri mengungkapkan pemisahan data Regsosek berdasarkan KTP itu juga menjadi keluhan dari bupati dan wali kota lainnya.
Menurutnya, hal itu karena data yang tidak sesuai akan menyulitkan pemerintah daerah dalam menjalankan program pengentasan kemiskinan.
“Semua bupati dan wali kota akan merasakan seperti saya. Bagaimana kami bisa menjalankan perintah Pak Presiden untuk kemiskinan di nol persen kalau kami bupati wali kota tidak pernah tahu siapa yang orang miskin di daerah?” ujarnya.
Tidak ada komentar