FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ekonom senior INDEF, Faisal Basri mengatakan proyek Kereta Cepat Indonesia mengalami fenomena yang mungkin terjadi di Indonesia sebagaimana dialami Taiwan.
“Pengalaman Taiwan 5 tahun beroperasi kemudian akhirnya di nasionalisasi. Nombok terus tidak pernah break even, tidak bisa menutup biaya operasi setiap tahun dan akhirnya di nasionalisasi,” kata Faisal Basri dalam seminar yang diselenggarakan secara hybrid di Universitas Paramadina dan dimoderatori oleh M. Ikhsan, Selasa (17/10/2023).
“Nah Proyek Kereta Cepat indonesia juga kemungkinan besar dinasionalisasi, seluruh bebannya ditanggung negara. Karena investor enggak mau lagi, China akan keluar nantinya jadi nanti 100% milik Indonesia. Dan Indonesia bayar cicilannya terus-terusan gitu, diinjeksi terus dari APBN karena sudah di nasionalisasi,” sambung Faisal.
Faisal Basri menyatakan bahwa awalnya proyek ini lebih sebagai proyek properti dengan PT. Wijaya Karya dan PT. KAI sebagai pemimpinnya, dan akhirnya tidak lagi business to business.
Faisal juga membuat perhitungan simulasi sederhana tanpa ongkos operasi dengan total nilai investasi Rp 114,4 Triliun dan pendapatan penumpang tiap tahun 2,369 triliun.
Maka perhitungan balik modal adalah selama 33 tahun dan bahkan bisa mencapai 139 tahun.
Menurut Faisal transportasi utama masyarakat melakukan perjalanan ke Bandung bukanlah pesawat, melaikan kereta dan travel.
Terlebih Bandung merupakan bukan pusat bisnis maupun kuliner, sehingga bukanlah urgensi untuk mempercepat proyek kereta cepat ini.
Tidak ada komentar