Fenomena Caleg Gagal, Siap Menang Tak Siap Kalah

HAK SUARA
2 Mar 2024 23:42
Ragam 0 133
4 menit membaca

OPINI—Tahun ini memang tahun politik, bukan hanya para calon legislatif yang beradu suara terbanyak namun calon pemimpin tertinggi negeri ini pun ditentukan tahun ini. Berbagi macam visi misi para calon diutarakan di depan masyarakat guna menarik suara dan hati rakyat.

Namun ironisnya, para calon kebanyakan menyiapkan diri hanya optimis untuk menang, tapi tidak menyediakan mental jika akhirnya gagal atau tidak terpilih. Sehingga fenomena caleg gagal lalu mengambil kembali uang ataupun bantuan yang diberikan justru banyak terjadi.

Sebagaimana dikutip dari media okezone (25-02-2024), Seorang calon anggota legislatif (caleg) DPRD Kabupaten Subang, Jawa Barat, membongkar jalan yang sebelumnya ia bangun. Hal ini dilakukan karena ia mengalami kekalahan saat Pemilu 2024.

Selain membongkar jalan, caleg yang diketahui bernama Ahmad Rizal itu menyalakan petasan di menara masjid di Tegalkoneng, Desa Tambakjati, Kecamatan Patokbeusi, Subang. Aksi teror petasan ini dilakukannya siang dan malam bersama pendukungnya di sejumlah titik yang perolehan suaranya anjlok. Akibat aksinya tersebut, seorang warga bernama Dayeh (60) meninggal dunia terkena serangan jantung

Fenomena caleg gagal tiap 5 tahun sekali sering terjadi. Ironisnya para caleg dan tim suksesnya memiliki kondisi mental yang lemah. Bagaimana tidak, setiap kali gagal terpilih para caleg kembali mengambil bantuan yang diberikan untuk masyarakat. Bahkan yang lebih ekstrim ada caleg yang justru mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Jika demikian mental para caleg, lalu bagaimana mereka akan mengemban amanah untuk rakyat kelak jika terpilih.

Pun, bukan hanya itu aksi bagi-bagi uang menjelang pemilihan telah menjadi hal yang biasa. Padahal menurut undang-undang pemilu, money politic termasuk pelanggaran pemilu, juga pelanggaran syariat.

Mirisnya, justru uang serangan fajar terus masif dilakukan bahkan hal ini tidak bisa dikendalikan oleh Bawaslu. Sebagai contoh beberapa waktu lalu seorang tim sukses salah satu caleg di Sulawesi Selatan kembali kerumah warga untuk meminta kembali uang serangan tersebut.

Jika begini fakta di lapangan, lalu betulkah para wakil rakyat kita betul-betul berjuang atas nama rakyat atau hanya berjuang untuk kepentingan pribadi dan kelompok?

Di sisi lain juga menggambarkan betapa model pemilu dalam sistem saat ini berbiaya begitu besar, sehingga tidak heran jika ada deal-deal para calon penguasa dengan pengusaha yang menyokong modal kampanye dan itu bukan biaya yang sedikit tentunya.

Hal ini justru berbeda jauh dengan sistem Islam, di mana Islam memiliki mekanisme sederhana dalam pengangkatan seorang pemimpin yang mana praktis dan mudah. Syarat yang wajib bagi seorang pemimpin hanya ada tujuh yaitu muslim, laki-laki, balig, berakal, adil, merdeka, dan mampu melaksanakan amanat.

Selain itu, dalam pemilihan calon pemimpin, seorang harus yang amanah dalam melaksanakan tugas negara bukan yang hanya pintar umbar janji. Giliran sudah terpilih kadang-kadang rakyat terlupakan.

Visi misi dalam kampanye pun harus jelas dan mampu dipertanggungjawabkan, karena ini bukan saja amanah di depan rakyat namun kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.

Sebagaimana dalam hadis Rasulullah Saw. dari Abdullah bin Umar RA, Rasulullah bersabda yang artinya, “Ketahuilah setiap dari kalian adalah seorang pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin.”

Dalam sistem Islam pula tidak akan kita temukan calon penguasa yang melakukan money politic hingga melakukan deal-deal dengan berbagai pengusaha. Apalagi bunuh diri akibat kalah dalam pemilihan umum, karena pemilu dalam sistem islam tidak berbiaya, apalagi harus mengeluarkan uang bermiliyaran rupiah hanya untuk terpilih. Bahkan tidak akan kita temukan calon yang berbuat curang.

Dengan demikian, kita tidak bisa berharap banyak pada sistem saat ini yang semua didasarkan pada manfaat atau keuntungan semata dalam meraih kekuasaan.

Olehnya itu, kita hanya bisa berharap pada sistem yang baik, yakni yang bersumber dari Sang Pencipta, karena sungguh yang mengetahui mana yang terbaik untuk hamba adalah yang menciptakan hamba, yakni Allah Swt. Wallahu ‘alam. (*)

 

Penulis:
Hasriyana, S.Pd
(Pemerhati Sosial Asal Konawe)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x