Gali Sumur Harus Izin, Manfaat untuk Siapa?

HAK SUARA
25 Nov 2023 19:42
Ragam 0 133
4 menit membaca

OPINI—Sebagian besar masyarakat Indonesia masih mengandalkan air tanah karena layanan instansi pengelolaan air bersih melalui air pipanya belum mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga keseluruhan. Namun, saat ini masyarakat tidak bisa lagi leluasa melakukan pengeboran untuk memperoleh air tanah.

Masyarakat yang menggunakan air tanah wajib mendapatkan izin dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ketentuan ini tertuang dalam keputusan menteri ESDM no 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan persetujuan Penggunaan Air Tanah. Aturan ini diteken menteri ESDM Arifin Tasrif pada 14 september 2023. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa baik instansi pemerintah, badan hukum, lembaga sosial, maupun masyarakat perlu mengurus izin penggunaan air tanah dari sumur bor atau gali.

Aturan tersebut berbunyi, “Diperlukan penyelenggaraan persetujuan penggunaan air tanah sebagai perangkat utama pengendalian dan pengambilan air tanah untuk menjaga konservasi air tanah”

Aturan ini menyebutkan penggunaan air tanah paling sedikit 100 meter kubik per bulan, per kepala keluarga atau perkelompok. Jika lebih dari itu penggunaannya, maka harus mengajukan izin ke Kementerian ESDM.

Kepala Badan melalui kepala PATGTL, akan melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap permohonan yang telah disampaikan.

Setelah dilakukan verifikasi dan evaluasi maka akan diterbitkan surat persetujuan pengeboran/penggalian eksplorasi air tanah, atau sebaliknya permohonan ditolak dengan disertai alasannya.

Bila mendapat persetujuan maka pemegang persetujuan harus memasang meter air pada pipa keluar (outlet) sumur bor/gali, membangun sumur resapan sesuai dengan pedoman Badan Geologi, serta memberikan akses kepada PAPGTL dan instansi terkait untuk melakukan pengecekan.

Sebagai kebutuhan asasi kehidupan, air tidak semestinya menjadi sasaran pajak oleh negara. Bahkan akan memberi sanksi bagi siapa saja yang melanggar aturan tersebut. Ini bukti nyata kapitaisasi sumber daya air di negeri ini.

Jika ditelisik, aturan yang memuat keinginan pemerintah untuk menjaga keberlangsungan ketersediaan air tanah bertolak belakang dengan pemberian izin oleh pemerintah kepada pihak swasta yang memiliki kepentingan bisnis dengan cara mengeksploitasi sumber daya air.

Dalam sistem kapitalisme, air memang dianggap salah satu benda ekonomi yang bisa dibisniskan. Sehingga tidak mengherankan adanya eksploitasi pada sumber daya air.

Dengan adanya privastisasi pada tata kelola air ini, telah membuat sumber-sumber air dikuasai oleh perusahaan swasta yang memiliki kemampuan menyedot air tanah jauh ke dalam bumi dengan menggunakan alat canggih.

Jika pemerintah memang ingin menjaga cadangan air di lapisan tanah seharusnya diikuti dengan pencegahan maksimal terjadinya krisis air, diantaranya menurunkan aksi pembabatan hutan hingga menurunkan konversi lahan produktif menjadi pemukiman dan industri. Padahal dua hal tersebut merupakan bentuk eksploitasi sumber daya air tanah.

Negara tidak seharusnya memusatkan perhatiannya pada pembatasan penggunaan air oleh masyarakat. Tapi seharusnya mengupayakan agar seluruh rakyat bisa mengakses air bersih. Apalagi menghadapi musim kemarau yang membuat sungai-sungai kering.

Negara juga berperan hanya sebagai regulator yang kadang melegalisasi aturan yang memihak perusahaan swasta. Negara tidak semestinya mencoba berlepas tangan dari tanggung jawab.

Apalagi sumber pemasukan negara sangat bergantung pada pajak. Dalam penerapan sistem kapitalisme, kebijakan-kebijakan tersebut adalah hal lazim.

Dalam sistem islam, negara harus memastikan terpenuhinya kebutuhan hidup rakyat. Pemenuhan terhadap ketersedian Air adalah salah satunya. Adalah berbahaya jika tidak tersedia sumber air atau dikuasakan kepemilikannya pada pihak tertentu.

Maka sumber air yang ada di bumi ini dijadikan sebagai kepemilikan rakyat. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW “kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Hadist ini memberikan informasi bahwa air adalah milik bersama, tidak boleh dikuasai individu atau sekelompok orang, apalagi dijadikan sebagai objek komersialisasi atau kapitalisasi demi keuntungan pihak tertentu.

Seharusnya semua hasil dari pengelolaan sumber daya air diberikan kepada umat. Pihak swasta boleh-boleh saja mengkonsumsi air sebab mereka adalah bagian umat. Namun seseorang atau pihak swasta dilarang untuk menggunakan alat pengeboran yang membuat sumur-sumur warga yang ada disekitarnya mati atau kering.

Negara akan melakukan pengelolaan dan penyediaan air bersih dan air minum yang berkualitas. Lalu mendistribusikan secara gratis kepada masyarakat. Juga akan membuat dalam jumlah yang banyak berbagai media penampungan air, seperti bendungan dan danau.

Juga tata kelola hutan dengan benar oleh negara dapat menjaga kelangsungan ekosistem air. Individu atau sekelompok orang dilarang untuk mengelola hutan semaunya karena hutan adalah bagian dari kepemilikan umum.

Dalam sistem islam, negara harus melakukan berbagai upaya maksimal agar masyarakat dapat mengakses air bersih dan air minum berkualitas untuk rakyat. Agar krisis air tidak lagi menjadi masalah yang menghantui masyarakat. (*)

 

Penulis
Eka Purnama Sary
(Mahasiswa S2 UNM, pernah menjadi pengajar kontrak dibeberapa sekolah tingkat atas di kabupaten Majene & Perguruan Tinggi Swasta)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

Kerlas Kerja

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x
x