OPINI—Beberapa hari lalu Badan Pangan Nasional (Bapenas) menargetkan pemasukan 2,5 juta ton beras impor bisa beres paling lambat sebelum bulan Mei 2024 atau sebelum masa panen raya. Adapun beras impor tersebut diharapkan bisa masuk RI secepatnya karena terjadi defisit beras yang diperkirakan mencapai 2,8 juta ton pada Januari-Februari 2024.
Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa menjelaskan kebutuhan beras selama dua bulan, yakniJanuari-Februari ialah sebanyak 5 juta ton atau 2,5 juta ton setiap bulannya.
Sementara menurut data Kerangka Sampel Area (KSA) milik BPS menyatakan produksi padi setara beras pada Januari diprediksi sekitar 900 ribu ton dan Februari 1,3 juta ton.
Artinya 5 juta ton dikurangi 2,2 juta ton jadi 2,8 juta ton yang defisitnya, sehingga kita masih tetap butuh masukan importasi untuk menjaga agar jangan sampai dibulan Januari-Februari apalagi menjelang lebaran (Idul Fitri) kita tidak memiliki cadangan, kata Ketut saat ditemui CNBC Indonesia, Bogor, Rabu (24/1/2024).
Adapun kondisi defisit beras ini terjadi karena Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikuasai Bulog tidak bisa menutupi kekurangan yang ada, dimana untuk CPB dari tahun 2023 tercatat ada sekitar 1,3 juta ton, ini masih sangat kurang belum lagi ada bantuan pangan dan sebagainya.
Bantuan pangan saja di Januari- Maret 10 kg dikalikan 22 juta KPM (keluarga menerima manfaat), itu baru bantuan pangan, belum lagi mengenai SPHP ujarnya.
Meski dia mengungkapkan masyarakat juga memiliki stok beras sendiri yang dikuasai pedagang dan rumah tangga sehingga jika terjadi lonjakan harga maka pemerintah tidak bisa melakukan intervensi.
Untuk itu, pihaknya bersama Bulog memperkuat cadangan pangan pemerintah dengan cara memasukan pasokan dari luar negeri sampai dengan sebelum masa panen raya tiba. Sebagian besar cadangan pangan nasional itu ada dimasyarakat, yang dipedagang dan rumah tangga inikan gak bisa dikendalikan harganya.
Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi meminta jajarannya agar bisa menggenjot produksi beras mencapai target 35 juta tonberas tahun 2024. Ini dilakukan agar Indonesia tak mengimpor beras, karena tahun depan saya meminta Dirjen Kementerian Pertanian mempersiapkan padi 35 juta ton setara beras, ini supaya kita tidak impor lagi beras, ungkap Arief dalam keterangannya, Selasa (24/10/2023)
Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada, terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dan mereka butuh beras. Impor beras menjadi solusi pragmatis persoalan beras, dan bukan mendasar, bahkan cenderung menjadi cara praktis mendapatkan keuntungan.
Seharusnya negara berusaha untuk mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan dengan berbagai langkah solutif dan antisipasif.
Termasuk penyediaan lahan pertanian ditengah banyaknya alih fungsi lahan, bahkan berkurangnya jumlah petani dan makin sulit petani mempertahankannya serta sedikitnya jumlah petani muda kita dapati yang tertarik untuk bertani disebabkan hasil yang tidak menjamin, harga jual yang tidak bisa dipastikan, harga pupuk yang sangat mahal bahkan sulit untuk didapatkan.
Terjadinya impor dikarenakan stok beras pemerintah di gudang Bulog yang tak ideal, ini disebabkan karena adanya perubahan cuaca kemarau yang mengakibatkan terjadinya gagal panen di beberapa wilayah atau gagal tanam, ditambah lagi tidak adanya peran pemeritah atau negara mengenai hal ini.
Impor beras makin deras membuat kedaulatan pangan makin kandas. Pemerintah hanya mengatakan stok beras aman namun akan tetap impor. Beras merupakan bahan makanan pokok rakyat Indonesia yang harus dipenuhi, maka dari itu pemerintah harus berupaya untuk memiliki serta memilihara ketahanan pangan khususnya beras.
Pemerintah juga harus memperhatikan para petani misalnya memberi pupuk dengan harga murah, serta mengolah kembali tanah yang kosong atau membuka lahan baru yang tidak digunakan.
Padahal kalau dipikir Indonesia itu sumber lumbung pangan yang memiliki persawahan dan perkebunan yang sangat luas. Inilah hasil bukti bobroknya sistem kapitalisme yang tidak bisa menyelesaikan permasalahan umat, semakin hari umat terpuruk dengan kondisi yang menimpahnya, ditambah lagi bahan-bahan pokok lain yang mahal, kejadian ini juga menunjukkan abainya negara atas nasib rakyatnya dalam menjamin kebutuhan pokoknya.
Sebenarnya jika dilihat dari tahun ketahun masalah impor beras selalu diberitahkan, namun tak pernah benar-benar ada solusi solutif dari pemerintah terkait problem beras ini. Permasalahan yang terus berulang ini bukan pada teknologinya, produksinya atau distribusinya, sebab SDM ahli pertanian ada, teknologi maupun lahan juga ada.
Jelas tampak bahwa tata kelola kapitalis ini kurang begitu baik, apalagi dalam sistem kapitalisme negara hanya bertindak sebagai regulator saja sehingga sistem kapitalisme ini menunjukan kelemahannya dalam menjaga kehidupan rakyat.
Padahal Islam menjadikan negara sebagai pengurus rakyat dengan berpedoman pada syariat Allah, ada banyak mekanisme Islam untuk menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat bahkan penerapan sistem ekonomi Islam mampu mewujudkan hidup sejahtera. Penerapan Islam secara kaffah akan menjadi jaminan terwujudnya kesejahteraan .
Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggungjawab menyediakan kebutuhan pokok termasuk makanan. Oleh karena itu, Negara Islam akan mencari berbagai jalan mewujudkan kedaulatan pangan bahkan Islam akan mewujudkan negara adidaya sebagai cita-cita dalam perjalanan panjangnya.
Dalam Islam, negara adalah raa’in (pengurus rakyat) dan junnah (perisai) untuk masyarakat. Negara berkewajiban menjamin pemenuhan kebutuhan pangan individu per individu, negara juga akan memastikan tidak ada individu yang kelaparan.
Hal tersebut mampu tercapai karena negara menerapkan mekanisme pengelolaan dan kebijakan politik ekonomi berdasarkan Islam. Maka dari itu, masyarakat akan mudah dalam memenuhi kebutuhan bahkan akan mampu mengakses beras dan makanan lain dengan harga terjangkau.
Islam memandang bahwa sektor pertanian merupakan salah satu sumber primer ekonomi disamping perindustrian, perdagangan, dan tenaga manusia. Dengan demikian pertanian merupakan salah satu pilar ekonomi, ketika permasalahan pertanian tidak dapat dipecahkan maka akan menyebabkan kegoncangan perekonomian, negara bahkan akan menjadikan suatu negara yang lemah serta akan ketergantungan dengan negara lain.
Maka dari itu perhatian negarapun akan dicurahkan untuk mengoptimalisasikan pengolahan pertanian. Negara dapat mengupayakan dengan pencarian dan penyebarluasan teknologi budidaya baru dikalangan petani, membantu pengadaan mesin-mesin pertanian, benih unggul, pupuk dan sarana lainnya, pembukaan lahan-lahan baru dan menghidupkan kembali tanah mati.
Negara melarang adanya penimbunan barang kebutuhan pokok masyarakat karena akan menyebabkan kelangkaan kebutuhan pokok. Ketika hal itu terjadi maka Khalifah harus mencegah masuknya tangan-tangan asing dalam pengelolaan bidang pertanian, baik lewat industri swasta maupun asing seperti WTO, FAO sebab ini akan berbahaya untuk kedaulatan pangan Negara Khilafah sendiri.
Negara sebagai pengayom dan pelindung rakyat, maka dari itu sudah saatnya sistem Islam kembali diterapkan sebab Khilafah Islamiah merupakan kebutuhan seluruh umat manusia dan kita tidak dapat sejahterah tanpanya, mari kita bersama -sama untuk mengembalikan syariah Islam yang menerapkan Islam Kaffah. Wallahu a’lam bishawab. (*)
Penulis
Sri Dewi Kusuma, S.Si
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.
Tidak ada komentar