Indonesia Darurat Judi Online pada Anak, Mampukah Tertangani dalam Sistem Kapitalisme?

HAK SUARA
11 Des 2023 23:43
Ragam 0 105
7 menit membaca

OPINI—Sejumlah anak usia sekolah dasar didiagnosis kecanduan judi online dari konten live streaming para streamer gim yang secara terang-terangan mempromosikan situs judi slot.

Menurut dokter spesialis yang menangani anak tersebut mereka nenunjukkan indikasi yang mengarah pada kecanduan gim online, bocah-bocah itu disebut lebih boros, uring-uringan, tidak bisa tidur dan makan, menyendiri, dan performa belajar terganggu..

Alih-alih untuk membeli fitur gim, uang saku pemberian orang tua mereka gunakan untuk berjudi. Jika uang mereka habis karena kalah judi, prilaku mereka menjadi tak terkendali.

Pengamat keamanan siber dari Communicatian and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha, mengatakan pemerintah mesti menyeriusi persoalan ini karena target judi online bukan lagi orang dewasa, tapi generasi muda.

Jika dibiarkan, Pratama meyakini masa depan mereka bakal hancur. Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Nezar Patria, mengakui perang terhadap judi online sangat berat sehingga mempertimbangkan membentuk satuan tugas yang terdiri dari kepolisian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). (BBC NEWS INDONESIA)

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tengah menganalisis 159 juta lebih transaksi terkait judi online sepanjang tahun 2023. Nilai transaksinya mencapai Rp160 triliun terkait judi online, ujar kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, rabu (4/10). Jika digabungkan dari tahun-tahun sebelumnya, angkanya jauh di atas/sangat besar, bisa mencapai lebih 200 T, lanjut Ivan.

Sebelumnya, PPATK mengungkapkan transaksi terkait judi online sepanjang tahun 2017-2022 senilai Rp190.265.249.786.831 (Rp190 triliun). Sementara itu, kerugian masyarakat per tahun ditaksir mencapai Rp27 triliun. (CNN Indonesia)

Dan baru-baru ini dari hasil PPATK terhadap transaksi keuangan yang terkait dengan perjudian online, total nominal transaksi yang dianalisis sejak tahun 2017 saat ini lebih dari Rp500 triliun, ujar Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M Natsir Kongah dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (25/11/2023).

PPATK mencatat, pada tahun 2022 sampai tahun 2023, dapat diidentifikasi sebanyak 3.295.310 orang masyarakt yang berpartisipasi dalam permainan judi online, dengan total deposit sebesar 34,51 triliun. (Kompas.com)

Siapapun pasti mengetahui termasuk penguasa bahwa judi membawa malapetaka, sayangnya pemberantasan perjudian terlihat dilakukan setengah hati. Terbukti hasil identifikasi pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan PPATK mencatat ada 2,7 juta masyarakat yang terlibat judi online dan 2,1 juta diantaranya adalah warga berpenghasilan di bawah Rp100.000.

Juru bicara PPATK Natsir Kongah mengatakan masayarakat berpenghasilan rendah ini ada pelajar, mahasiswa, guru, petani, ibu rumah tangga, pegawai swasta, PNS, dan aparat. Pelajar yang disebutkan Natsir adalah anak-anak dengan jenjang Pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA, dan Mahasiswa.

Upaya yang dilakukan pemerintah yaitu dengan memblokir situs-situs judi online tak berpengaruh apa-apa. Para agen judi slot bisa membuat lebih banyak lagi. Bahkan para pelaku nekat meretas situs milik kampus atau pemerintah yang tidak dikelola dan mengubahnya menjadi judi slot.

Untuk membuat situs judi tidaklah susah bagi pelaku, karena mereka sudah mempunyai template, tinggal beli domain, dan memasang template, karena membeli domain itu murah bahkan ada yang gratis.

Melihat fakta yang terjadi korban judi online semakin bertambah dan akibat yang ditimbulkan judi online merambat ke tindak kriminal. Kemaksiatan berupa judi online tidak akan pernah tuntas jika tidak diselesaikan hingga akar masalahnya. Oleh karena itu memahami akar persoalannya adalah hal yang urgent.

Maraknya perjudian online di tengah masyarakat tidak lepas dari cara pandang hidup sekuler-kapitalisme yang menjangkiti mereka hari ini. Di mana kebahagiaan hidup distandarkan pada kesenangan jasadiyah berupa kesenangan materi.

Maka tak heran terbentuk masyarakat yang cenderung menghalalkan segala cara demi meraih materi yang diinginkannya. Hal ini diperparah dengan sistem Pendidikan sekuler menjauhkan masyarakat dari pemahaman agama yang shahih dan kaffah.

Akibatnya masyarakat semakin tertinggal dengan aturan agama dan mengabaikan standar halal-haram dalam kehidupan. Apalagi judi online adalah cara memperoleh uang dengan mudah dan cepat.

Pemberantasan judi online seolah tidak ada akhirnya, penyebabnya adalah sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, kepemimpinan sistem kapitalisme membuat para pemilik modal bisa mengendalikan negara hingga negara seolah tidak berkutik, hal ini terbukti dengan pernyataan wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Nezar Patria, mengaku perang terhadap judi online sangat berat sehingga mempertimbangkan menbentuk satuan tugas yang terdiri dari kepolisian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Pusat pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). (www.bbc.com)

Padahal jika negara itu berdaulat dan ingin menjaga generasinya tentu negara akan optimal melakukan penjagaan dan pemberantasan meski harus mengeluarkan biaya besar. Hanya saja peran itu tidak akan terjadi kecuali di dalam negara islam, sebuah negara yang menerapkan syariat kaffah, penjaga bagi umatnya.

Rasulullah SAW bersabda “sesungguhnya al-Imam itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan lain-lain).

Keberadaan negara islam akan memastikan keamanan seluruh rakyatnya dari hal yang membahayakan termasuk judi baik offline ataupun online. Dalam islam selain merusak masyarakat, judi juga perbuatan maksiat yang dilarang Allah Ta’ala.

Allah SWT berfirman “sesungguhnya (minuman) khamar/arak yang memabukkan, berjudi (berkurban untuk berhala) dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 90).

Judi akan diberantas secara tuntas oleh negara islam mulai dari pelaku, agen hingga bandar. Negara islam mudah meringkus para pelaku karena negara islam adalah negara yang berdaulat penuh atas negara dan sistem hukumnya.

Negara islam bukanlah negara yang mudah dibeli dan dikendalikan oleh para pemilik modal sebagaimana negara kapitalisme. Para syurthah (polisi) negara islam akan melakukan patrol baik offline maupun online untuk memastikan masyarakat bersih dari perjudian secara langsung.

Sementara para pakar IT dan polisi siber terbaik negara islam memantau, meretas, dan memblokir situs judi online dari media sosial. Mereka akan meringkus para pelaku dengan mudah dan akan diadili oleh qadhi hisbah.

Pelaku akan mendapat sanksi ta’zir sesuai dengan tingkat kejahatan yang mereka lakukan. Sanksi ini akan menimbulkan efek jawabir (penebus dosa dan membuat pelaku jera), dan efek jawajir (mencegah agar kemungkaran serupa tidak terjadi kembali di tengah masyarakat).

Disisi lain negara islam akan menjaga anak-anak dengan mengoptimalkan peran keluarga, masyarakat, dan sistem Pendidikan. Dari keluarga anak-anak harus dapat Pendidikan akidah pertama.

Pendidikan ini akan membuat anak-anak terbiasa dan sadar harus terikat dengan syariat islam, sehingga mereka memiliki self-control untuk tidak melakukan kemaksiatan.

Disisi lain masyarakat dalam negara islam adalah masyarakat islam yang senantiasa melakukan amal ma’ruf nahi mungkar. Bukan masyarakat individualis seperti masyarakat kapitalisme.

Perjudian akan susah dilakaukan, karena masyarakat tidak segan-segan memberi peringatan dan melaporkan para pelaku kepada pihak berwajib. Pihak berwajibpun sigap dan tanggap terhadap laporan terhadap laporan warga.

Ketika anak-anak melihat aktifitas seperti ini akan semakin terbentu dalam benak mereka bahwa perjudian adalah haram dan sanksi yang diberikan begitu mengerikan. Sehingga semakin kuat self-control mereka untuk tidak mencoba berjudi.

Sementara ketika anak-anak di sekolah mereka akan dididik dengan kurikulum Pendidikan islam. Sistem Pendidikan islam bertujuan mencetak generasi yang memiliki kepribadian islam yakni pola pikir dan pola sikap mereka sesuai dengan islam, memiliki keahlian menyelesaikan permasalahan kehidupan dengan ilmu alat, dan siap menjadi pemimpin.

Dengan demikian akan mengarahkan anak-anak fokus untuk menyadari bahwa potensi yang mereka miliki harus diberikan untuk kemuliaan islam. Sehingga tidak ada waktu untuk berpikir mencoba kesenangan yang mengarahkan kepada kemaksiatan seperti judi online.

Jadi kunci tuntasnya pemberantasan perjudian baik offline maupun online mengharuskan adanya peran keluarga, masyarakat, dan negara secara optimal. Dan hanya negara islam yang bisa mewujudkan hal ini. Wallahu a’alam bisyawab. (*)

 

Penulis
Yayuk Kusuma
Pengajar/Pendidik (guru)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

Kerlas Kerja

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x
x