Ironis, Pengurangan Bansos di tengah Sulitnya Kehidupan

HAK SUARA
28 Nov 2023 08:42
Ragam 0 139
6 menit membaca

OPINI—Pemerintah mengurangi 690 ribu keluarga penerima bantuan sosial (bansos) beras 10 kg per bulan dari 21,35 juta ke 20,66 juta. Jumlah tersebut dikurangi berdasarkan hasil evaluasi Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama pihak-pihak terkait.

Pemangkasan dilakukan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) selaku lembaga yang diperintahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin pembagian bansos ini. Nantinya, angka penerima baru ini berlaku untuk sisa masa penyaluran hingga akhir 2023.

Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas Rachmi Widiriani mengatakan koreksi data penerima berdasarkan validasi dari Kementerian Sosial. Ia menyebut ada beberapa penerima manfaat sebelumnya yang kini sudah meninggal dunia, pindah lokasi, maupun dianggap sudah mampu.

Upaya ini penting untuk menjaga kualitas produk pangan tersebut tetap terjaga hingga sampai di tangan penerima bantuan,” kata Rachmi dalam keterangan resminya, (www.cnnindonesia.com, 29/10/2023).

Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama Ombudsman RI, Perum Bulog, ID Food, Satgas Pangan Polri, dan 7 Dinas Provinsi melakukan evaluasi penyaluran bantuan pangan atau bansos beras.

Selama ini, bansos beras dijalankan di 7 provinsi yakni Sumatra Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, dan Sulawesi Barat.

Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas, Rachmi Widiriani, mengatakan, dari hasil evaluasi didapati tiga aspek yang perlu perbaikan dan penguatan yakni pemutakhiran data penerima bansos, kualitas bansos, dan mekanisme penggantian.

“Kami terus melakukan penyempurnaan terhadap mekanisme penyaluran bantuan ini. Sehingga dengan adanya perpanjangan bantuan pangan beras, penyaluran akan semakin baik dan benar-benar menyasar masyarakat yang membutuhkan,” kata Rachmi dikutip dalam keterangannya, Minggu (ekonomi.bisnis.com, 29/10/2023).

Melihat solusi bansos yang ditawarkan oleh pemerintah, Penyaluraan bansos sejak lama sudah banyak masalah, mulai dari tidak semua keluarga miskin mendapatkan, tidak tepat sasaran , adanya penyunatan dana bantuan bahkan korupsi dan lain-lain. Dugaan manipulasi data tak bisa disingkirkan

Memang, tidak dapat dipungkiri mengenai adanya penerima bantuan yang meninggal, akan tetapi harusnya bisa dialokasikan ke pada keluarga lainnya, mengingat masih banyak keluarga yang tidak menerima bansos.

Jikalau pindah tempat jadi alasan berkurangnya bansos, perlu dipertanyakan juga tempat pindahnya. Mayoritas dapat dipastikan masih di dalam negeri, tidak mungkin pindah ke luar negara. Oleh karenanya itu, sudah semestinya bantuan bisa tetap diberikan.

Alasan lain adalah karena si penerima sudah teekategori mampu. Kemampuan ini juga perlu dipertanyakan. Kalau mampunya karena pendapatan mereka sudah di atas Rp500 ribu per bulan, namanya bohong.

Uang sebesar itu jelas tidak cukup untuk kebutuhan sebulan. Apalagi punya anak sekolah atau orang tua yang sakit ditengah harga harga yang naik membuat semakin sulit sehingga pendapatan sekian tidaklah cukup.

Lagi pula, sejauh mana bansos itu dapat menyokong perekonomian rakyat miskin? Apakah semua individu rakyat penerima bansos akan langsung otomatis kaya ketika sudah menerima bansos?

Program pembagian bansos juga makin menegaskan keberpihakan pemerintah pada angka-angka bertopeng kapitalistik, sehingga sama sekali tidak terlihat sebagai niat tulus mengurusi urusan rakyat dalam rangka benar-benar meningkatkan taraf hidup mereka.

Selain itu, sumber dari permasalahan diatas akibat penerapan sistem kapitalisme yang telah menyelewngkan peran negara yang sesungguhnya dalam mengurusi umat.

Oleh karena itu, mengubah sistem kapitalisme menjadi Islam bukan hanya tepat, tetapi urgen diperjuangkan. Kemudaratan bagi umat manusia makin besar seiring tertancapnya pemahaman kufur yang lahir dari kapitalis sekuler di dalam kehidupan umat saat ini.

Asas sekularisme juga menjadikan negara enggan menggunakan aturan agama dalam segala urusan. Hasilnya, negara berjalan sesuai kepentingan korporasi tanpa memikirkan nasib rakyat. Kalau ada dana, rakyat dibantu. Kalau tidak ada, meminta mereka bersabar.

Berbeda halnya nya didalam sistem lslam yang mewajibkan negara peduli nasib rakyat bahkan menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu dengan berbagai mekanisme. Negara juga diwajibkan menjamin kualitas terbaik dan kuantitas memadai untuk seluruh warga negara khilafah tanpa kecuali

Karena itu, Kondisi seperti di atas tidak akan terjadi dalam sistem Islam (Khilafah). Islam menjadikan akidah Islam sebagai landasan negara. Segala pandangan Islam akan menjadi rujukan para pemimpin untuk menjalankan amanahnya.

Islam mewajibkan seorang pemimpin negara (khalifah) menjadi pengayom dan memenuhi kebutuhan rakyat. Khalifah akan memastikan kebutuhan setiap warna negara dapat terpenuhi.

Sebagaimana Umar bin Khaththab yang selalu berkeliling memastikan rakyatnya tidak ada yang kelaparan. Ketika Umar ra. menemukan ada rakyat yang kelaparan, beliau menggendong sendiri bahan makanan tersebut dan memberikannya kepada yang bersangkutan.

Khalifah tidak akan menganggap rakyat sebagai beban. Ia akan berusaha semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan rakyat. Bagi rakyat yang termasuk kelompok yang wajib menerima zakat, mereka akan mendapatkannya dari pos zakat.

Khalifah akan menerapkan sistem Islam termasuk dalam pengelolaan keuangan. Khilafah akan mendapatkan pemasukan dari beberapa pos, seperti jizyah, fai, kharaj, ganimah, termasuk hasil pengelolaan SDA.

Semua itu akan dipakai untuk memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan, keamanan, dan fasilitas yang memadai bagi rakyat. Dengan begitu, rakyat tidak akan bingung lagi memikirkan kebutuhan hidup karena negara sudah memberikan jaminan terpenuhi seluruhnya.

Begitu luar biasanya Islam karena mampu menjamin kebutuhan rakyat. Dengan Islam, pemimpin tidak perlu mengalami dilema mengurusi masalah bansos. Aturan Islam sudah mengatur seluruhnya secara sempurna. Dengan penjelasan ini, masihkah berharap pada aturan manusia?

Hendaklah kita renungkan firman Allah Taala, “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaha [20]: 124).

Demikianlah ketika hidup dibiarkan tanpa aturan Allah, melainkan diserahkan kepada pengaturan hawa nafsu manusia sebagaimana dalam kapitalisme, maka kesempitan hidup akan muncul secara multidimensi.

Menonjolnya persoalan kapital di dalam kapitalisme membuat manusia merasa berhak berbuat sekehendak hatinya dan menghalalkan segala cara kendati harus menzalimi pihak lain. Ini jelas tidak boleh terus menerus dipertahankan, melainkan harus diganti sistemnya.

Hal ini karena Islam adalah sebuah mabda yang diturunkan oleh Allah, sehingga pasti sesuai fitrah, memuaskan akal, dan menentramkan jiwa. Islam juga mengatur perihal distribusi ekonomi agar harta bisa dimiliki oleh setiap individu dalam memenuhi kebutuhannya secara individu per individu (fardan fardan) sehingga kepemilikan harta tidak menumpuk hanya pada orang-orang tertentu sebagaimana pada orang-orang kaya saja dalam kapitalisme.

Allah Taala berfirman, “… supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS Al-Hasyr [59]: 7).

Oleh karena itu kepentingan dan hak rakyat dapat dikembalikan, hanya dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. Yang Insyaallah dengan penerapan ekonomi Islam dalam sistem islam, akan lahir kesejahteraan dan kemuliaan hidup seluruh rakyat. Ini jelas membuat Islam layak menjadi sistem yang menggantikan kapitalisme untuk memimpin dunia sekaligus menyebarkan dakwah Islam agar menjadi rahmatan lil ‘alamin. Wallahualam. (*)

 

Penulis
Nur Indah Sari
(Pegiat Literasi)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x