JAKARTA – Laporan Asta Cita Kerakyatan Merah Putih terhadap akun TikTok @dongengklasik pada Senin (17/11/2025) membuka babak baru penyelidikan terkait kejahatan siber berbasis teknologi deepfake. Tidak sekadar unggahan provokatif, video yang memanipulasi sosok Presiden Prabowo Subianto itu mengindikasikan pola produksi digital yang rapi, terencana, dan berpotensi dilakukan oleh lebih dari satu individu.
Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menerima laporan langsung dari Direktur Asta Cita, Hasan Basri, beserta tim dewan pakar. Mereka menyerahkan rekaman video, tangkapan layar, hingga data awal analisis digital yang menunjukkan bahwa konten tersebut dibuat menggunakan perangkat AI generatif berkemampuan tinggi.
Menurut keterangan Hasan Basri, video deepfake itu tidak tampak dibuat oleh pengguna amatir. Detail pada morfologi wajah, lip–sync, hingga koreksi gestur menunjukkan penggunaan sistem AI tingkat lanjut, bukan aplikasi publik standar.
“Kami melihat ada pola yang tidak biasa. Ini bukan kerja individu random. Ada indikasi aktor intelektual. Dan kami akan menagih perkembangan kasus setiap minggunya”, kata Hasan Basri.
Kecurigaan ini sejalan dengan temuan awal analis Asta Cita, yang memperkirakan bahwa pembuatan video serupa membutuhkan:
● Model AI face-swapping berbasis dataset besar,
● Perangkat GPU khusus,
● Pengetahuan teknis tentang penyamaran metadata video,
● Serta kemungkinan penggunaan VPN multilayer untuk pelolosan jejak.
Sumber internal Asta Cita menyebutkan bahwa unggahan @dongengklasik memiliki ciri akun bayangan (sock puppet). Dalam investigasi awal mereka, ditemukan bahwa:
● Akun tidak memiliki riwayat unggahan asli,
● Identitas pengguna memakai email sementara (temporary mail),
● Aktivitas IP terdeteksi berpindah lokasi secara cepat.
Laporan Asta Cita Buka Potensi Kejahatan Digital Terorganisir
Beberapa pola ini sering ditemukan pada operasi kampanye hitam digital (cyber smear operation). Pola penggunaan akun kosong untuk penyebaran konten sensitif adalah indikasi kuat bahwa pelaku paham cara menghilangkan jejak,
Di dalam video yang beredar sejak 14 November, Presiden Prabowo divisualisasikan seolah dikendalikan oleh mantan Presiden Joko Widodo. Manipulasi semacam ini dapat menimbulkan efek psikologis dan politis yang signifikan, terutama di tengah masyarakat yang rentan informasi palsu.
Deepfake kategori politik seperti ini umumnya diproduksi untuk:
● Membentuk persepsi publik secara cepat,
● Memicu reaksi emosional,
● Atau menguji respons masyarakat terhadap narasi tertentu.
Dalam kasus ini, reaksi public khususnya kelompok pedagang pasar terlihat kuat dan masif.
Jika terbukti mengandung unsur penghinaan terhadap kepala negara dan penyebaran informasi bohong, pelaku dapat dijerat dengan:
– UU ITE Pasal 27 ayat (3) dan (4) tentang pencemaran dan penghinaan,
– Pasal penghinaan terhadap Presiden,
– Pasal penyebaran hoaks yang menimbulkan kegaduhan publik,
– Serta ketentuan penyalahgunaan teknologi digital.
Hingga artikel ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Bareskrim maupun Komdigi. Namun sumber kepolisian menyebutkan bahwa penyidik telah memulai proses pelacakan IP serta permintaan data log ke platform TikTok.
Asta Cita Kerakyatan menegaskan akan terus mengawal perkembangan kasus. “Kami tidak hanya ingin pelaku tertangkap, tetapi juga ingin publik sadar bahwa ini ancaman baru di dunia digital,” tegas Hasan Basri.
Kasus @dongengklasik dipandang sebagai salah satu ujian awal bagi aparat hukum dalam menghadapi gelombang kejahatan digital berbasis AI. Di era ketika manipulasi citra tokoh publik dapat dibuat dalam hitungan menit, mekanisme deteksi dan respons cepat menjadi sangat krusial.













