FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Pengamat hukum dan tata negara yang juga Dosen STHI Jentera, Bivitri Susanti mengungkapkan gugatan batasan usia capres-cawapres yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) akan memiliki efek buruk jika dikabulkan.
Karena itu, dia menilai bahwa MK sudah sewajibnya untuk menolak mentah-mentah adanya pengajuan permohonan terkait batas usia capres-cawapres. Sebab, menurut Bivitri, MK merupakan lembaga yudikatif yang tidak memiliki peran dalam perubahan aturan terkait Pemilu.
“Tidak seharusnya diputuskan oleh lembaga yudikatif. Itu tugasnya DPR dan pemerintah,” kata Bivitri dalam keterangannya, Selasa (10/10).
Bahkan, pengamat hukum tersebut juga memproyeksikan adanya kerusakan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Pasalnya, jika gugatan batas usia capres-cawapres dikabulkan akan membuat legitimasi MK akan rusak.
“Legitimasi MK sebagai lembaga negara akan dipandang sebelah mata oleh masyarakat,” ungkap Bivitri secara blak-blakan.
Tak hanya itu, lanjut dia mengingatkan, tidak menutup kemungkinan jika nantinya MK justru akan diolok-olok karena telah melakukan penyelewengan tugas.
“Kalau secara keilmuan sih, seharusnya MK memang tidak menerimanya. Jadi seharusnya memang tetap 40 tahun,” tegas Bivitri.
Namun dia tidak memungkiri bahwa kuat diduga tengah ada desakan pada tubuh MK untuk segera mengizinkan adanya perubahan aturan batasan usia capres-cawapres demi Pilpres 2024 mendatang.
Hal itu dapat dilihat dari bagaimana sikap MK yang sempat menunda keputusan terkait gugatan tersebut. Kondisi itulah yang dianggap Bivitri dapat menggoyahkan sistem ketatanegaraan Indonesia.
Tidak ada komentar