Kasus Bulliying Kian Marak, Apa Penyebabnya?

HAK SUARA
11 Des 2023 23:43
Ragam 0 162
5 menit membaca

OPINI—Belakangan ini dunia pendidikan dibuat tersentak dengan maraknya bermunculan diplatform media sosial perundungan dikalangan pelajar. Baik dari pelajar menengah pertama hingga pelajar menengah atas. Perundungan yang kerap terjadi sudah tidak lagi sekedar verbal bahkan menyentuh ranah fisik bahkan berujung kematian.

Dikatakan oleh Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Diyah Puspitarini. Data pelanggaran terhadap perlindungan anak yang masuk KPAI hingga Agustus 2023 mencapai 2.355 kasus.

Anak sebagai korban perundungan (87 kasus), anak korban pemenuhan fasilitas pendidikan (27 kasus), anak korban kebijakan pendidikan (24 kasus), anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis (236 kasus), anak korban kekerasan seksual (487 kasus), serta masih banyak kasus lainnya yang tidak teradukan ke KPAI.

Diyah merasa khawatir, kasus yang tidak terekspos atau tidak teradukan lebih banyak terjadi. Ia melihat kasus kekerasan terhadap anak belakangan ini hanya sebagai fenomena gunung es.

“Terlihatnya sedikit dan hanya ada di sekitar Pulau Jawa, tapi kalau kita melihat fenomena itu juga jauh banyak, mungkin juga terjadi di daerah-daerah luar pulau. Di daerah-daerah 3T bahkan, dan alat kontrol kita, alat pengawasan kita pun juga terbatas,” jelas Diyah.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), mayoritas siswa yang mengalami perundungan, atau yang sering disebut sebagai bullying, di Indonesia adalah laki-laki. Persentase kasus bullying di kategori siswa kelas 5 SD pada siswa laki-laki mencapai 31,6 persen, sementara siswa perempuan mencapai 21,64 persen dan secara nasional sebesar 26,8 persen.

Persentase kasus bullying di kategori siswa kelas 8 SMP pada siswa laki-laki mencapai 32,22 persen, yang merupakan angka tertinggi di antara semua kategori kelas dan jenis kelamin. Sementara siswa perempuan mencapai 19,97 persen, dan secara nasional mencapai 26,32 persen. (Kompasiana.com)

Dari sini kita bisa melihat bahwa kasus Bulliying atau perundungan di negeri ini seolah tak terselesaikan. Sebaliknya, justru tumbuh subur dan marak ibarat jamur di musim hujan. Sebagian pihak menilai bahwa penyebab dari maraknya kasus Bulliying di kalangan remaja dan pelajar sekolah adalah di karenakan kondisi lingkungan keluarga dan lingkungan sosial yang rusak.

Namun, lebih dari itu terdapat penyebab utama yang menjadi pemicu maraknya kasus ini yaitu tidak lain adalah sistem dan aturan yang diterapkan di tengah kita.

Saat ini kita hidup di tengah kondisi penerapan sistem Kapitalisme Sekulerisme yang akidahnya adalah memisahkan agama dari kehidupan dan kebebasan sebagai pilarnya. Sistem ini mendorong semua pihak untuk memisahkan agama dari kehidupan baik individu, masyarakat terlebih negara. Juga agama dipisahkan dari semua aspek kehidupan.

Dalam bidang pendidikan misalnya orientasi kurikulum hanya fokus pada pendidikan dan penilaian akademik semata tanpa memperdulikan aspek aqidah dan moral para pelajar.

Dalam lingkungan keluarga pun kadang ada sebagian keluarga dalam hal ini orang tua yang tidak memperdulikan masalah agama bagi anak anak mereka, mereka hanya fokus menuntut prestasi anak anak dalam hal nilai akademik.

Pun halnya dalam bidang tehnologi kita bisa melihat hampir sebagian besar remaja mudah meng akses apa saja termasuk konten kekerasan melalui gadget mereka (aplikasi game dan konten konten). Aplikasi game dan konten konten yang tidak berbobot seperti ini yang kadang di contoh oleh para remaja dalam keseharian mereka.

Terlebih dalam hal penerapan sangsi saat ini sangsi yang diberikan bagi pelaku pembuliyang ini tidak mampu menjerakan. Hingga wajar jika justru semakin banyak para remaja (pemuda dan pemudi) yang terlibat kasus yang sama.

Dari sini bisa kita melihat bahwa begitu banyak faktor yang menjadi penyebab maraknya kasus Bulliying di negeri ini. Dan Akar nya tidak lain adalah adanya penerapan sistem Kaputalusme Sekulerisme.

Islam adalah sebuah akidah yang darinya lahir berbagai macam aturan tentang kehidupan bahkan mencakup seluruh aspek. Dalam bidang pendidikan misalnya, Islam memandang bahwa kurikulum pendidikan dan tsaqofahnya murni diambil dari akidah Islam.

Pendidikan dalam Islam tidak hanya fokus pada nilai akademik semata tapi yang lebih utama adalah bagaimana mendorong rasa takwa pada Allah SWT pada diri setiap muslim. Hingga, dengan begini setiap individu muslim baik yang sudah baligh ataupun tidak akan senantiasa berusaha berbuat sesuai dengan apa yang Allah perintahkan.

Juga, dalam hal tehnologi negara tidak hanya menyediakan sarana dan prasarana yang bisa mempermudah aktifitas setiap individu. Akan tetapi negara akan senantiasa mengontrol bagaimana agar tehnologi tersebut tidak menjerumuskan umat kepada hal yang tidak seharusnya.

Misalnya saja dalam hal gadget, negara akan membatasi berbagai konten dan aplikasi yang akan disajikan kepada umat. Negara tidak akan membiarkan konten konten kekerasan beradar ataupun konten negatif yang lain.

Hal ini menjadi sesuatu yang niscaya sebab kedudukan negara dalam Islam dalam hal ini pemimpin berkewajiban untuk melindungi semua warga negaranya. Hingga dengan asas inilah kemudian negara akan memanfaatkan semua aspek baik pendidikan, sosial, tehnologi terlebih penerapan sangsi hukum.

Disamping negara tentunya juga ada keluarga yang berperan penting dalam mendidik anak anak mereka hingga jauh dari maksiat juga ada masyarakat yang akan senantiasa mengontrol ketika ada yang melakukan kesalahan.

Dengan begini umat akan terlindungi dari berbagai hal negatif termasuk pembulliyang sebagaimama yang marak dikalangan para pelajar saat ini. Wallahu A’lam Bish Shawab
(*)

 

Penulis
Satriah Ummu Aulia
(Pengurus MT Mar Atul Mut Mainnah)

 

***

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x