KDRT Cermin Rusaknya Keluarga dalam Sistem Kapitalisme

HAK SUARA
16 Jan 2024 00:43
Ragam 0 105
6 menit membaca

OPINI—Baru-baru ini terjadi lagi kasus KDRT, seorang pria bernama Jali Kartono membakar istrinya sendiri, Anie Melan, di kediaman pribadinya, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Jali nekat membakar istrinya hidup-hidup lantaran terbakar api cemburu usai melihat istrinya chatting dengan pria lain. (sumber: kompas.com).

Kasus pembunuhan juga terjadi di Jakarta Selatan tepatnya. Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro mengatakan, Panca Darmansyah (41) mengaku membunuh keempat anak kandungnya di dalam rumah kontrakan wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan.

“Terhadap keterangan tersangka, dalam hal ini Saudara P (Panca). Yang bersangkutan menyampaikan bahwa memang benar melakukan pembunuhan secara bergantian,” ujar Bintoro di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Jumat (8/12/2023). (sumber: kompas.com).

Pun KDRT kembali terjadi dan lagi anak dan istri menjadi korban tentu ada banyak penyebab atas tindakan tersebut baik factor internal seperti masalah ekonomi maupun faktor eksternal seperti perselingkuhan masalah semakin menjadi runyam karena masalah suami istri tata pergaulan hari ini tidak diatur dengan aturan shohi.

Akibatnya manusia semakin jauh dari agama karena menganut faham sekularisme yang semakin menancap kuat, akibatnya manusia tidak lagi bertindak sesuai batasan syariah, namun sesuai ego dan hawa nafsunya, sementara kapitalisme membuat kehidupan semakin tercekik dengan standar materi. Negara berlepas tangan mewujudkan lapangan pekerjaan bagi laki-laki, padahal mereka adalah para pencari nafkah.

Maka wajar, serajin-rajinnya laki-laki bekerja tetap saja kebutuhan keluarga sulit dipenuhi secara layak belum lagi banyak PHK yang dilakukan industri laki-laki semakin sulit mendapatkan uang. Sementara kebutuhan keluarga harus dipenuhi, dengan demikian sekularisme kapitalisme gagal mewujudkan rumah dan lingkugan bagi masyarakat khususnya istri dan anak sangat berbeda dalam sistem islam.

Islam menetapkan suami-istri adalah kehidupan persahabatan yang memberikan kedamaian dan ketentraman sakinah satu sama lain sebagaimana yang dijelaskan dalam Surat Al-A’raf Ayat 89

قَدِ ٱفْتَرَيْنَا عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا إِنْ عُدْنَا فِى مِلَّتِكُم بَعْدَ إِذْ نَجَّىٰنَا ٱللَّهُ مِنْهَا ۚ وَمَا يَكُونُ لَنَآ أَن نَّعُودَ فِيهَآ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّنَا ۚ وَسِعَ رَبُّنَا كُلَّ شَىْءٍ عِلْمًا ۚ عَلَى ٱللَّهِ تَوَكَّلْنَا ۚ رَبَّنَا ٱفْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِٱلْحَقِّ وَأَنتَ خَيْرُ ٱلْفَٰتِحِينَ

Arab-Latin: Qadiftarainā ‘alallāhi każiban in ‘udnā fī millatikum ba’da iż najjānallāhu min-hā, wa mā yakụnu lanā an na’ụda fīhā illā ay yasyā`allāhu rabbunā, wasi’a rabbunā kulla syai`in ‘ilmā, ‘alallāhi tawakkalnā, rabbanaftaḥ bainanā wa baina qauminā bil-ḥaqqi wa anta khairul-fātiḥīn

Artinya: Sungguh kami mengada-adakan kebohongan yang benar terhadap Allah, jika kami kembali kepada agamamu, sesudah Allah melepaskan kami dari padanya. Dan tidaklah patut kami kembali kepadanya, kecuali jika Allah, Tuhan kami menghendaki(nya). Pengetahuan Tuhan kami meliputi segala sesuatu. Kepada Allah sajalah kami bertawakkal. Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.

Surat Ar-Rum Ayat 21

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Arab-Latin: Wa min āyātihī an khalaqa lakum min anfusikum azwājal litaskunū ilaihā wa ja’ala bainakum mawaddataw wa raḥmah, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yatafakkarụn

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Untuk mewujudkan hal tersebut islam menetapkan hak dan kewajiban suami kepada istri, istri kepada suami pemahaman terkait hak dan kewajiban. Inilah yang menjadi bekal suami istri menghadapi berbagai masalah Rumah tangga.

Selain itu, islam juga memerintahkan pergaulan antara suami istri adalah pergaulan yang makruf, Allah berfirman

Surat An-Nisa Ayat 19:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ lā yaḥillu lakum an tariṡun-nisā`a kar-hā, wa lā ta’ḍulụhunna litaż-habụ biba’ḍi mā ātaitumụhunna illā ay ya`tīna bifāḥisyatim mubayyinah, wa ‘āsyirụhunna bil-ma’rụf, fa ing karihtumụhunna fa ‘asā an takrahụ syai`aw wa yaj’alallāhu fīhi khairang kaṡīrā

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

Af’al atau perkataan Rasulullah Saw dalam berinteraksi kepada istri-istrinya adalah contoh terbaik. Hal ini sabda Rasulullah Saw: “Orang yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik kepada keluarga (istrinya) dan aku adalah yang paling baik kepada keluarga (istriku)“. HR Al-hakam dan ibnu hibban dari jalur aisyah Ra

Pergaulan yang ma’ruf akan tergambar dari ketaatan istri kepada suami sementara sikap suami kepada istri ramah dan toleran serta lembut dalam meminta sesuatu dari istrinya, suami juga dilarang untuk mencari-cari kesalahan dari istrinya jika sang istri melaksanakan hak dan kewajibannya.

Islam menetapkan kepemimpinan dalam rumah tangga atau qiayatul bait ditangan suami sebagaimana dalam Surat An-Nisa Ayat 34

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Arab-Latin: Ar-rijālu qawwāmụna ‘alan-nisā`i bimā faḍḍalallāhu ba’ḍahum ‘alā ba’ḍiw wa bimā anfaqụ min amwālihim, faṣ-ṣāliḥātu qānitātun ḥāfiẓātul lil-gaibi bimā ḥafiẓallāh, wallātī takhāfụna nusyụzahunna fa’iẓụhunna wahjurụhunna fil-maḍāji’i waḍribụhunn, fa in aṭa’nakum fa lā tabgụ ‘alaihinna sabīlā, innallāha kāna ‘aliyyang kabīrā

Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Pukulan yang dimaksud adalah pukulan ringan tidak membahayakan atau menyakitkan hal ini dijelaskan oleh Rasulullah Saw dalam khutbah beliau ketika haji wada’ belaiu sabda:

“Jika mereka melakukan tindakan seperti ya’ni nuzyus maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan dan menyakitkan)”. HR Muslim dari jabir Ra

Namun ketika permasalahan suami-istri tidak membawa solusi dan justru dapat mengancam ketentraman, maka islam mendorong mereka untuk bersabar dan memendam kebencian yang ada karena bisa jadi pada kebencian itu terdapat kebaikan.

Tetapi jika semua itu tidak membawa hasil sementara masalah kebencian dan pembangkangan melampaui batas hingga sampai pada persengketaan islam memerintahkan agar ada pihak ketiga dari keluarga suami istri yang membantu menyelesaikannya.

Jika solusi ini pun tidak membantu menyelesaikan maka islam memperbolehkan adanya talak atau perceraia. Meski Allah membencinya, dari konsep keluarga seperti ini terlihat jelas arah kehidupan suami-istri, bagaimana mereka membina rumah tangga dan menyelesaikan masalah.

Hanya saja konsep ini memerlukan dukungan dari masyarakat yang memiliki pemahaman, tolak ukur dan penerimaan islam.

Tak hanya itu negara juga hadir sebagai penjamin agar kehidupan suami istri berjalan sesuai syariat. Seperti mempermudah lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki, sehingga mereka bisa mencukupi kebutuhan keluarganya, memberikan edukasi melalu sistem pendidikan, media, sistem pergaulan dan sejenisnya.

Semua ini pasti akan terwujud jika sistem islam diterapkan secara sempurna oleh negara islam. Wallahu a’lam bissawab. (*)

 

Penulis
Sabriah, S.Pd.I

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

Kerlas Kerja

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x
x