Kenaikan Beras Melambung Tinggi, Kok Bisa?

HAK SUARA
18 Feb 2024 22:43
Ragam 0 166
4 menit membaca

OPINI—Ramadhan sebentar lagi, tetapi harga beras justru semakin melambung. Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menilai, jika harga beras kembali turun ke level Rp. 10.000 per kg untuk beras medium, maka petani akan menangis, karena otomatis harga gabah akan tertekan ke bawah lagi.

Arief mengatakan, dengan biaya produksi tanam padi, harga pupuk, biaya input yang naik, ditambah currency rate juga yang sekarang ini tinggi, maka menjadi tidak mungkin untuk harga beras bisa turun ke level Rp10.000 per kg tanpa adanya subsidi dari pemerintah. (ekonomi.bisnis.com)

Benarkah kenaikan Beras Akibat Perubahan Iklim?

Permasalahn kenaikan harga beras di Indonesia sering kali dinilai berkaitan dengan perubahan iklim yang mengakibatkan produksi beras menurun, kelangkaan beras terjadi, harga beras pun melambung tinggi. Padahal, permasalahan beras erat kaitannya dengan kebijakan negara terhadap aspek produksi beras di hulu dan aspek distribusi di hilir.

Namun, dalam sistem kapitalisme demokrasi, negara hanya bertindak sebagai regulator yang membiarkan petani berjuang secara mandiri dalam melakukan produksi beras. Bahkan, kebijakan negara yang hanya berpihak pada kepentingan para pemilik modal menjadikan petani semakin terpinggirkan.

Di sektor hulu, semakin berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan yang dilakukan negara demi menjalankan proyek pembangunan kapitalistik. Gagal panen juga semakin sering terjadi karena bencana alam akibat penggundulan hutan yang dilegalisasi.

Selain itu, keterbatasan saran produksi pertanian, permasalahan benih yang mahal, hingga permasalahan subsidi pupuk yang semakin berkurang menjadikan produksi pertanian terhambat.

Demikian pula di sektor hilir, atas nama liberalisasi ekonomi negara memberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk menguasai produksi pupuk dan benih padi.

Akibatnya, harga pupuk dan benih ikut melambung tinggi. Disamping itu, mahalnya harga BBM menjadikan distribusi beras memakan biaya yang tinggi. Penggilingan padi kecil mulai mati karena kalah saing dengan industri penggilingan padi dengan modal besar.

Rantai distribusi semakin rusak dengan masuknya sejumlah pengusaha (ritel modern) dalam mendistribusikan beras, apalagi ada larangan bagi petani untuk menjual langsung hasil penennya ke konsumen.

Penguasaan distribusi beras oleh pengusaha ini, memungkinkan terjadinya permainan harga, penahanan pasokan (monopoli) oleh pelaku usaha, yang tentu merugikan petani.

Beras adalah kebutuhan pokok rakyat dan merupakan salah satu komoditas yang harus dijaga stok dan stabilitas harganya, sehingga seluruh rakyat dapat mengaksesnya.

Namun, kebijakan pengelolaan beras di sektor hulu maupun hilir di atas landasan sistem kapitalisme liberalisme menjadikan hal tersebut mustahil diwujudkan. Harga beras akan tetap mengalami fluktuasi dan semakin menyengsarakan rakyat.

Islam Solusi Tuntas

Berbeda dengan pengelolaan kebutuhan pokok dalam sistem Islam. Beras sebagai kebutuhan pokok merupakan salah satu komoditas strategis yang wajib dikelola oleh negara termasuk distribusinya.

Negara dalam sistem Islam menjadikan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, individu per individu sebagai satu kewajiban negara. Negara akan mewujudkan ketahanan pangan yang ditandai dengan adanya jaminan pemenuhan kebutuhan pokok pangan.

Kemandirian negara mengelola pangan dan harga pangan yang terjangkau oleh seluruh masyarakat. Ketersediaan pangan sangat terkait dengan kebijakan masalah pertanian dan ketersediaan infrastruktur.

Dalam sistem ekonomi Islam tanah tidak boleh dibiarkan menganggur, sehingga jika ada tanah mati dan dihidupkan oleh seseorang maka akan menjadi miliknya.

Disisi lain, jika seseorang memiliki lahan kosong dan tidak dikelola selama tiga tahun berturut-turut, maka lahan itu bisa dimiliki oleh pihak lain yang menggarapnya setelah itu. Dengan demikian akan terjadi ekstensifikasi lahan pertanian yang luas sebab mudahnya seseorang mendapatkan lahan pertanian.

Adapun upaya meningkatkan hasil produksi pertanian dilakukan dengan jalan intensifikasi. Negara menyerahkan kepada masyarakat untuk mengadopsi teknologi dari manapun yang mampu memberikan hasil produksi yang lebih baik dari sebelumnya.

Negara akan mengedukasi para petani sehingga bisa memahami teknologi mutakhir untuk meningkatkan hasil pertanian. Bahkan, negara bisa memberikan bantuan modal kepada rakyat dalam upaya optimalisasi ini.

Adapun penyediaan infrastruktur yang mendukung pertanian, maka negara akan menyediakannya untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan segelintir orang. Negara akan menyediaakan berbagai prasarana jalan, sarana transportasi, pasar yang sehat dan layak dan sebagainya. Hal ini akan memudahkan petani mendistribusikan hasil pertaniaannya kepada konsumen.

Selain itu, negara juga harus menjamin agar mekanisme harga komoditas pertanian dan harga komoditas hasil industri pertanian berjalan secara transparan tanpa ada manipulasi. Negara akan membuat kebijakan yang dapat menjamin terciptanya harga yang wajar berdasarkan mekanisme permintaan dan penawaran.

Negara juga akan mencegah terjadinya berbagai penipuan yang sering terjadi dalam perdagangan, baik penipuan yang dilakukan penjual maupun pembeli. Negara juga akan mencegah tindakan penimbunan produk-produk pertanian dan kebutuhan pokok lainnya.

Islam menetapkan sanksi tegas bagi semua pihak yang melakukan pelanggaran tersebut. Berbagai mekanisme tersebut akan menjamin harga bahan pokok termasuk beras mudah dijangkau oleh masyarakat. Wallahu a’lam bish shawwab. (*)

 

Penulis:
Hamzinah, S.I.Pust. (Pustakawan dan Pemerhati Opini Medsos)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x