Liputan4.com Jateng
12/6/2025
Jawa Tengah
Dalam pengelolaan proyek pemerintah yang bersumber dari anggaran APBD kota/kabupaten maupun provinsi serta dana desa, seringkali kita temui adanya makelar proyek yang berperan sebagai perantara antara pemerintah dan penyedia jasa. Namun, peran makelar proyek ini seringkali disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri melalui praktik korupsi dan gratifikasi.
Menurut keterangan dari pengacara H. Bayu Agung Pribadi, SKM., SH., MH, korupsi merupakan tindakan yang merugikan keuangan negara, dengan jenis-jenisnya mencakup suap, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, dan perbuatan curang.
Dalam konteks ini, undang-undang memberikan peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi, termasuk kewajiban untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi. Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang telah mengalami beberapa kali perubahan melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, perubahan tersebut bertujuan untuk memperkuat pemberantasan korupsi, antara lain dengan memperluas definisi korupsi.
Hal ini juga mencakup peningkatan sanksi pidana dan pemaparan prosedur penanganan korupsi. Penegasan mengenai gratifikasi, yang merupakan pemberian atau janji yang tidak sah kepada pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara,
Bayu menegaskan bahwa gratifikasi adalah pemberian uang atau barang lainnya kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan mereka.
Dalam kasus makelar proyek pemerintah, apabila mereka menerima uang atau fasilitas lainnya dari penyedia jasa sebagai imbalan atas jasa mereka dalam memenangkan proyek, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai gratifikasi, ungkap Bayu.
Serta, Bayu Agung Pribadi memberikan contoh: kasus yang terjadi di Pemerintah Kota Semarang menunjukkan bahwa makelar proyek pemerintah dapat terlibat dalam praktik korupsi dan gratifikasi.
Wali Kota Semarang dan Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah periode 2019-2024 terlibat dalam kasus korupsi pengadaan meja dan kursi untuk fabrikasi sekolah dasar serta pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan. Mereka menerima uang dalam jumlah besar sebagai komitmen fee dari penyedia jasa yang memenangkan proyek.
Serta Bayu Agung Pribadi juga menjelaskan tentang Pengelolaan dana desa juga sangat rentan terhadap praktik korupsi dan gratifikasi.
Dana desa yang bersumber dari APBN dan ditransfer melalui APBD kabupaten seharusnya digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Namun, jika tidak terdapat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa, maka akan terbuka peluang bagi makelar proyek untuk memperkaya diri mereka sendiri melalui praktik korupsi dan gratifikasi.
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dinyatakan bahwa pengelolaan keuangan desa harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan dan monitoring yang ketat terhadap pengelolaan dana desa untuk mencegah terjadinya praktik korupsi dan gratifikasi.
Dalam rangka mencegah praktik korupsi dan gratifikasi dalam pengelolaan proyek pemerintah daerah maupun dana desa, perlu dilakukan upaya pencegahan dan penindakan yang serius oleh aparat penegak hukum.
Hal ini sangat penting mengingat dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh korupsi, seperti dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan masyarakat justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Sebagai contoh, ketika proyek pembangunan jalan di suatu desa terbengkalai karena anggaran yang seharusnya digunakan telah “menghilang” akibat korupsi, maka masyarakat desa akan menderita karena akses transportasi mereka terhambat.
Selain itu, perlu juga dilakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek pemerintah daerah dan dana desa.
Misalnya, dengan mengadakan pertemuan dengan warga desa untuk menjelaskan secara detail bagaimana alokasi dana desa dan proyek-proyek yang sedang dilaksanakan.
Dengan demikian, masyarakat akan lebih memahami. Jelasnya
Penulis : Karnadi laheng
Apabila ada pihak yang merasa dirugikan ataupun keberatan dalam penyajian artikel pemberitaan opini di atas, maka dapat mengirimkan artikel sanggahan hak jawab maupun hak koreksi kepada redaksi liputan4.com Jawa Tengah.