Labura – Dugaan tindak pidana korupsi pada penyaluran anggaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau Dana Bos tahun anggaran 2024 SMP Negeri 1 ,Jln Pendidikan ,Kec.Kualuh Hulu Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatra Utara , mulai terkuak usai pengakuan oknum kepala sekolah.
Dimana, penjelasan oleh kepsek SMPN 1 Taufik tak disertai bukti. Bukannya menjelaskan rincian penggunaan dana BOS di sekolah SMPN 1 Kualuh Hulu di tahun anggaran 2024 secara transparan. Oknum kepala sekolah Taufik Hidayat malah menyebutkan telah melakukan pengembalian dana bantuan operasional sekolah tahun 2024 dengan jumlah sekitar Rp.50 jutaan.
Menjadi pertanyaan, besarnya dana bantuan sekolah tahun anggaran 2024 yang diterima SMPN 1 Kualuh Hulu dengan jumlah 649 juta yang dikelola selama masa 1 tahun. Meskipun begitu, penyaluran dana bos oleh pemerintah diketahui melalui dua tahapan, dimana tahap pertama SMP N 1 Kualuh Hulu menerima dana Rp.301.280.000.
Dana bantuan operasional sekolah sebesar 649 juta itu dipergunakan untuk keperluan sekolah semasa satu tahun, penggunaanya juga harus disertai laporan yang jelas yang dapat diakses dan dilihat masyarakat umumnya. Anehnya, kepsek SMPN 1 Kualuh Hulu malah menyatakan kembalikan dana hanya sejumlah 50 jutaan.
Hal itu diungkapkannya kepada wartawan, pada Sabtu (28/06) sekitar pukul 14.00 WIB melalui telepon seluler ia mengatakan, telah melakukan pengembalian dana bos pada tahun anggaran 2024 dan membantah tuduhan adanya tindakan penyelewengan dana bantuan sekolah.
“Itu anggaran tahun 2024 saya sudah kembalikan itu uang dana bantuan operasional sekolah. Lebih kurangnya sekitar 50 jutaan saya kembalikan,” kata kepsek SMPN 1 Kualuh Hulu Taufik Hidayat.
Patut diduga bahwa oknum kepsek SMP N 1 Taufik Hidayat benar melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara demi keuntungan pribadinya. Pasalnya, dari 649 juta total anggaran hampir 600 juta telah dipergunakan.
Untuk itu, kejaksaan Labuhanbatu Utara kiranya dapat memeriksa kepsek SMP N 1 Kualuh Hulu yang diduga korupsi, mengingat atau merujuk pada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No.31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, Pasal 603, setiap perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain hingga menimbulkan kerugian keuangan negara dapat diancam pidana penjara dan denda. (Tim)