Mendorong Situs Megalit di Sulawesi Tengah Jadi Warisan Dunia

HAK SUARA
12 Okt 2023 17:27
Ragam 0 172
3 menit membaca

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah pada Selasa (10/10) melakukan pencanangan Sulawesi Tengah Negeri Seribu Megalit di desa Kolori, Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso.

Desa Kolori berjarak sekira 123 kilometer dari ibu kota Kabupaten Poso atau 340 kilometer dari Kota Palu, memiliki salah satu dari arca atau patung megalit yang dikenal sebagai arca Palindo.

Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura menyatakan melalui pencanangan itu diharapkan dapat mempercepat penetapan kawasan arkeologi zaman prasejarah megalitikum atau zaman batu besar di Sulawesi Tengah sebagai warisan dunia oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO).

“Saya canangkan daerah Bada, Daerah Bada, Lore, Napu, Lore Lindu menjadi daerah Megalit. Mari kita perjuangkan untuk menjadi Warisan dunia,” Kata Rusdy Mastura dalam kegiatan pencanangan itu.

Merujuk Jurnal Museum Sulawesi Tengah 2018, situs-situs megalitik di Sulawesi Tengah terkonsentrasi di kawasan Taman Nasional Lore Lindu meliputi Lembah Napu, Lembah Besoa, Lembah Bada, Danau Lindu, Kulawi dan Gimpu. Jenis temuan megalitik berjumlah 19 jenis diantaranya Kalamba, Arca Menhir, Menhir, serta Batu Dakon.

Peluang Wisata Megalit

Bupati Poso Verna Gladies Merry Inkiriwang mengatakan berbagai situs megalit di wilayah itu merupakan saksi bisu dari peradaban yang pernah ada di wilayah itu. Menurutnya menjadi kewajiban pemerintah dan masyarakat untuk menjaga kelestariannya sehingga dapat menarik kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara ke kabupaten Poso.

“Kita membuka pintu bagi wisatawan untuk menjelajahi kekayaan alam dan budaya yang dimiliki oleh Sulawesi Tengah, khususnya Kabupaten Poso. Dengan mempromosikan potensi megalit ini, kita bisa membuka peluang baru untuk sektor pariwisata bisa menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat,” kata Verna dalam kegiatan yang sama.

 

Masyarakat Ikut Lestarikan Situs Megalit

Kegiatan pencanangan itu terpantau mendapatkan perhatian besar dari warga sekitar yang mendatangi lokasi kegiatan.

Eros Sarai (54) warga desa Kageroa, Kecamatan Lore Barat mengatakan masyarakat setempat telah turut terlibat untuk ikut melestarikan situs megalit yang ada di wilayah Lembah Bada.

“Ya, masyarakat terlibat. Karena ini kan bukan hanya lokal punya, ini sudah dunia punya. Jadi wajar itu, kami anak-anak daerah, anak-anak kampung di sini, untuk menjaga kelestarian ini,” kata Eros Sarai, saat ditemui VOA dalam kegiatan pencanangan itu.

Warga lainnya, Yan Toki, yang berusia 44 tahun, selaku pendamping desa Bulili, Lore Barat menceritakan keberadaan megalit di wilayah itu cukup banyak, bahkan ada yang belum memiliki nama.

“Karena di sini banyak sekali situs yang memang masih bertebaran, yang belum terdata. Kalau kemarin ada yang baru ditemukan, saya sendiri yang temukan di Pekarangan. Jadi itu sempat sudah saya laporkan ke dinas terkait dan mereka sudah pantau. Dan masih banyak lagi yang memang belum ditemukan sekarang ini,” kata Yan Toki.

Dihubungi VOA, Iksam Djorimi, ahli arkeolog di Sulawesi Tengah menjelaskan dari 118 lokasi situs yang telah memiliki peta delineasi diperkirakan setidaknya terdapat dua hingga tiga ribu-an objek megalit, jumlah itu mungkin masih akan bertambah karena setiap tahunnya selalu ada penemuan baru yang dilaporkan.

“Kan setiap tahun ada temuan-temuan baru. Jumlahnya tergantung dari laporan masyarakat atau misalnya ada orang tidak sengaja ketemu di hutan, atau juga dengan penelitian. Paling sekitar 20 hingga 30 laporan lah setiap tahun kita terima,” jelas Iksam yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang Perlindungan Budaya pada Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah.

Menurut Iksam, penelitian-penelitian yang telah dilakukan, mengungkap peninggalan megalit di Sulawesi Tengah berusia antara 500 tahun hingga 5 ribu tahun.

“Kemudian kalau siapa yang membuatnya? Leluhur semua suku yang ada di Sulawesi Tengah itu yang dikelompokkan dalam kebudayaan Astronesia itu rasnya Mongoloid, itu sudah-sudah kita temukan DNA-nya di Behoa,” papar Iksam.

Iksam berpendapat pencanangan Sulawesi Tengah Negeri Seribu Megalit dapat mendorong usaha pelestarian cagar budaya di Sulawesi Tengah. [yl/em]

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x