Menyoal Dana KUR untuk Sulsel Emas 2045

HAK SUARA
11 Jan 2024 20:43
Ragam 0 113
5 menit membaca

OPINI—Jargon Indonesia Emas 2045 telah membahana di semua sektor. Terlebih pada aspek ekonomi. Seolah semua hal bertumpu pada ekonomi semata. Berbagai program digagas dalam rangka perputaran roda perekonomian.

Mirisnya, penguasa seakan kurang menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni. Dimana SDM adalah aktor pembangunan yang seyogianya harus mendapat perhatian kunci.

Sulawesi Selatan sendiri telah merancang berbagai program untuk menyongsong Sulsel Emas 2045. Beberapa program untuk menggerakkan perekonomian adalah dengan investasi dan kucuran dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi para petani. Seperti dikutip dari sulawesi.bisnis.com (03/01/2024),

Pemprov Sulsel bersama Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Sulsel menyediakan dana KUR senilai Rp30 triliun pada 2024 khusus untuk pengembangan sektor pertanian, perikanan, dan peternakan.

Menarik untuk ditelisik eksistensi dana KUR yang digelontorkan penguasa. Pasalnya, kredit yang diklaim pemerintah sebagai bantuan, bukan bantuan biasa. Tersebab dana tersebut adalah dana utangan kepada rakyat. Walau bunga yang dipungut terbilang kecil dibanding jika mengambil kredit pada rentenir, tetapi tetap saja membebani rakyat kecil. Terlebih utang tersebut adalah utang riba.

Wajar jika masyarakat saat ini sering kali mengambil langkah pragmatis atas semua problem yang menjeratnya. Kondisi masyarakat yang makin sulit, membuat rakyat berpikir instan. Sebagaimana diberitakan dalam sebuah media online bahwa dana KUR untuk pertanian di Sulsel dinilai sangat membantu dan bisa menyelamatkan para petani dari jeratan utang kepada para rentenir.

Paradigma Kapitalistik

Sistem kapitalisme dengan sistem ekonomi kapitalis-nya bertumpu pada transaksi ribawi dan akad-akad yang rusak. Peran negara seakan hanya sebagai regulator, minim pelayanan. Rakyat distimulus dengan dana-dana kredit melalui mekanisme yang menjerat rakyat dengan utang ribawi.

Harapannya agar sirkulasi ekonomi tetap berputar. Walau tidak dinafikan, daya beli masyarakat saat ini jeblok akibat tren kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dan kebutuhan strategis lainnya.

Banyak pihak menyebut bahwa penguasa nirempati. Kata itu rasanya sangat tepat menggambarkan kondisi saat ini. Rakyat disuguhi dengan beragam “drama” yang sangat memuakkan. Impor dimana-mana, saat kondisi dalam negeri sedang panen raya. Dalih mengamankan stok, rasanya sangat mengada-ada. Harga-harga pun melangit membuat rakyat makin sulit. Mafia perdagangan juga melenggang tanpa hukuman yang pasti.

Jika melihat realitas yang terus berlangsung, sejatinya negeri ini “terpenjara” oleh beraneka perjanjian-perjanjian internasional dan politik oligarki yang dilahirkan oleh sistem demokrasi. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya peristiwa yang menggambarkan hal tersebut. Berbagai program yang berjalan, seolah tidak berkorelasi dengan kesejahteraan rakyat. Lalu, program-program tersebut sebenarnya untuk kepentingan siapa?

Sulsel yang mendeklarasikan diri sebagai provinsi yang ramah investasi, surga investasi, dan beragam ikon lainnya, tetapi menjadi provinsi dengan tingkat prevalensi stunting yang cukup tinggi. Bahkan melebihi nasional. Pun kemiskinan ekstrem di beberapa daerah terus terjadi.

Potret ini mengindikasikan bahwa perputaran ekonomi yang diinginkan penguasa -berkolaborasi dengan pengusaha-, hanya demi kepentingan para oligarki. Rakyat hanya menerima remah-remah pembangunan, bahkan residu pembangunan. Tidak berlebihan jika para ahli menilai bahwa rakyat hanya dijadikan sebagai bumper ekonomi sistem kapitalisme.

Belum lagi ketika berbicara utang ribawi yang hanya mendatangkan kesengsaraan berkepanjangan, hingga menembus batas waktu. Sebab sesuatu yang tidak dibenarkan dalam pandangan syariat (Islam) pasti akan menuai bencana, cepat atau lambat. Lalu, bagaimana seharusnya penguasa melayani rakyatnya?

Penguasa yang Adil

Adil dalam pandangan Islam adalah sesuai dengan apa yang disyariatkan oleh Sang Khalik al Mudabbir, Allah Swt. sebagai Sang Pencipta sekaligus Pengatur. Islam sebagai sebuah sistem kehidupan, mengatur semua perkara secara rinci.

Mulai dari urusan individu hingga aturan bernegara, termasuk politik luar negeri. Hal ini telah tercatat dalam tinta emas peradaban Islam selama kurang lebih 1300 tahun lamanya. Valid secara historis dan empiris.

Negara dan rakyat berkolaborasi dalam melaksanakan seluruh perintah-Nya. Negara (dalam hal ini penguasa) berperan sangat penting dalam memastikan terlaksananya seluruh syariat yang diamanahkan padanya. Di antaranya memenuhi kebutuhan pokok individu dan kebutuhan pokok publik secara layak menurut kebiasaan (‘urf) di wilayah tersebut.

Instrumen negara dalam pemenuhan kebutuhan tersebut harus sesuai koridor syariat, tidak boleh ada pelanggaran di dalamnya. Misal untuk memenuhi kebutuhan pokok individu, yakni pangan, sandang, dan papan/perumahan.

Negara membuka peluang pekerjaan seluas-luasnya bagi setiap penanggung jawab penafkahan, yakni laki-laki dewasa dan mampu (sehat jasmani dan rohani). Karena, laki-laki dalam Islam wajib hukumnya memberi nafkah kepada anak dan istri serta orang-orang yang berada dalam tanggungannya (ibu dan adik/kakak perempuan yang belum menikah).

Tersebab hukum wajib dalam Islam berkonsekuensi dosa jika tidak ditunaikan, maka negara hadir untuk menunaikan perkara tersebut. Jika pun dalam sebuah keluarga tidak ada laki-laki yang mampu (sesuai syariat), maka penafkahan berpindah ke walinya. Jika tidak ada, maka negara mengambil dana (secara gratis) dari Baitul Mal kaum muslimin untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut. Masyaallah!

Inilah pentingnya pemimpin yang adil dan amanah plus sistem yang baik, agar melahirkan keberkahan hidup. Sekelumit pelayanan di atas, menggambarkan betapa sistem Islam mampu mengatasi semua problem, termasuk problem kemiskinan. Sangat jelas pelayanan pemimpin kepada rakyatnya. Sebagaimana dalam hadis pun sudah diingatkan akan hal tersebut.

Pemimpin adalah pihak yang berkewajiban memelihara urusan rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus. (HR. Muslim).

 

Wallahualam bis Showab.

 

Penulis
Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T.
(Dosen Teknik Sipil dan Pemerhati Generasi)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

Kerlas Kerja

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x
x