FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai putusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Pemilu soal norma batas usia capres-cawapres hanya untuk kepentingan penguasa.
Dia bahkan memandang putusan tersebut sengaja didesain kelompok tertentu secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
“Kelihatannya memang ini desain TSM, atau bersifat terstruktur, sistematis, dan masif dari kelompok tertentu untuk menggunakan Mahkamah Konstitusi melegalkan Gibran sebagai bakal cawapres,” kata Ujang saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (17/10).
Ujang menilai putusan tersebut menunjukkan bahwa hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak bersikap seperti negarawan karena keputusan yang diambil hanya untuk kepentingan keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi) demi meloloskan putra sulungnya, Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka menjadi bakal cawapres.
“Ini sebenarnya tragedi demokrasi yang tidak bagus. Kelihatannya memang MK kebobolan. MK tidak bersikap negarawan karena keputusannya hanya untuk kepentingan keluarga Jokowi,” tuturnya.
Pengamat yang juga dosen tetap Universitas Al Azhar itu sangat menyayangkan keputusan MK.
Dia mengatakan hakim-hakim konstitusi seharusnya bisa mengedepankan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara; bukan untuk mengakomodasi peluang putra presiden maju di Pemilu 2024.
“Apa yang disampaikan oleh MK bahwa ibaratnya memang menerima Gibran sebagai cawapres, karena ada frasa asal punya pengalaman atau sedang menjabat sebagai kepala daerah,” ucapnya.
Tidak ada komentar