Pariwisata Israel dan Palestina Diguncang Konflik

HAK SUARA
16 Okt 2023 21:26
3 menit membaca

Pada awal bulan ini, alun-alun utama dan jalan-jalan di sekitar Gereja Kelahiran Betlehem ramai dikunjungi wisatawan. 

Namun, kini tempat tampak lengang menyusul serangan dahsyat yang dilakukan kelompok militan Palestina Hamas di Israel pada 7 Oktober. 

“Bisnis terhenti sejak perang dimulai,” kata Essa Abu Dawoud, seorang pemandu wisata di kota Palestina. “Jalan-jalan terputus, tidak ada yang datang.” 

Di seluruh Israel dan wilayah Palestina yang diduduki Israel di Gaza dan Tepi Barat, hotel-hotel kosong dan setidaknya enam perusahaan memutuskan tak lagi melakukan perjalanan ke tujuan-tujuan utama seperti Yerusalem dan Tel Aviv ketika konflik meningkat. Dua operator tur malah memilih untuk membatalkan perjalanan hingga tahun depan. 

Kapal-kapal pesiar menghindari pantai-pantai Israel yang dahulu ramai dan maskapai-maskapai penerbangan besar memutuskan menghentikan penerbangan ke dan dari Israel, sementara sejumlah pemerintah berupaya keras untuk memulangkan warganya yang berada di sana. 

Maskapai easyJet mengatakan telah membatalkan semua paket ke Tel Aviv karena tanggal keberangkatan dijadwalkan sebelum 22 Oktober, sementara Virgin Atlantic Holidays mengizinkan wisatawan memesan ulang untuk tanggal berikutnya atau mendapatkan pengembalian dana jika mereka bepergian sebelum 18 Oktober. 

Serangan yang dilakukan Hamas – yang ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan negara-negara lain – terhadap komunitas Israel pada 7 Oktober menewaskan sedikitnya 1.300 orang. Kebanyakan dari mereka adalah warga sipil, termasuk anak-anak. 

Israel meningkatkan serangannya terhadap kubu Hamas di Gaza sebagai pembalasan. 

InterContinental Hotels mengatakan dua hotelnya, Six Senses Shaharut dan Hotel Indigo Tel Aviv – Diamond District, ditutup untuk sementara waktu. Terdapat beberapa pembatalan dan beberapa pelanggan memutuskan untuk memindahkan pemesanan ke akhir tahun. 

Karena sebagian besar hotelnya kosong, salah satu jaringan hotel terkemuka di Israel, Isrotel, tengah menimbang untuk menutup sementara beberapa cabangnya, kata seorang juru bicara.

Eksodus pengunjung asing merupakan pukulan besar bagi industri pariwisata Israel yang menguntungkan, salah satu yang terbesar di negara itu, ketika negara itu sedang memulihkan diri dari pandemi COVID-19. Sektor ini menyumbang 2,8 persen PDB dan sekitar 3,5 persen dari total lapangan kerja. 

Bulan-bulan mendatang adalah tahun tersibuk bagi ziarah Kristen di mana umat berdatangan dari AS, Inggris, dan tempat lain di Eropa.

“Kami mengandalkan pariwisata untuk hidup. Kami mengalami krisis COVID dan kami masih dalam tahap pemulihan dan perlahan-lahan menunggu para wisatawan kembali,” kata Khader Hussein, 30 tahun, seorang penjual suvenir di Betlehem, tempat kelahiran tradisional Yesus. 

“Sekarang sektor pariwisata mati.” 

Daya tarik yang ditawarkan oleh situs bersejarah di Yerusalem dan Betlehem, serta pantai berpasir putih Tel Aviv, membuat sekitar tiga juta wisatawan berbondong-bondong ke Israel dalam sembilan bulan pertama tahun ini, menurut Biro Pusat Statistik Israel. 

Jumlah tersebut mendekati tingkat sebelum pandemi, dan mencakup sekitar 800.000 warga AS. 

Konflik Berkelanjutan 

Sehari setelah serangan itu, Kementerian Pariwisata Israel mengatakan tur harus dihindari dan wisatawan harus tinggal di hotel atau di kapal pesiar. 

Kementerian pada Rabu mengatakan bahwa wisatawan dapat berkeliling negara itu jika diperlukan. Lebih dari 90.000 wisatawan berada di Israel, dan ribuan orang telah mengunjungi situs-situs nasional selama seminggu terakhir, katanya. 

Namun, pada hari yang sama, pemerintah AS menaikkan tingkat peringatan perjalanan untuk Israel dan Tepi Barat ke Level 3 atau “mempertimbangkan kembali perjalanan”, yang merupakan level tertinggi kedua. 

Inggris menyarankan agar semua perjalanan ke Israel dan wilayah Palestina dilarang, terkecuali perjalanan penting. 

Elias al-Arja, ketua Asosiasi Hotel Arab, mengatakan sebagian besar hotel di Tepi Barat menghabiskan minggu lalu untuk membantu wisatawan melarikan diri setelah kekerasan dimulai. 

Sekitar 90 persen hotel di Tepi Barat kosong, katanya. 

Dan Hotels dan Isrotel mengatakan mereka menyediakan kamar bagi pengungsi dari perbatasan Gaza. Dan juga menawarkan diskon 50 persen untuk kamar bagi penduduk lokal. 

Dengan tidak adanya resolusi terhadap konflik tersebut, tidak jelas kapan pengunjung asing akan kembali. [ah/rs] 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x