Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mendesak warga Palestina pada Sabtu (14/10) untuk menolak “pengungsian” di Jalur Gaza atau keluar dari wilayah kantong yang diblokade ke Mesir. Desakan itu muncul menyusul adanya serangan udara Israel dan imbauan warga untuk mengungsi.
Dalam pidatonya yang disiarkan televisi, pemimpin yang berbasis di Qatar tersebut menyebut serangan besar-besaran yang menargetkan komunitas Israel di dekat perbatasan Gaza pada 7 Oktober sebagai “serangan strategis” yang akan membantu “pembebasan kami.”
Lebih dari 1.300 orang tewas – baik dari kalangan warga sipil dan pasukan keamanan – di Israel sejak militan Hamas menyerbu wilayah selatan negara itu serta menawan sedikitnya 120 orang, menurut para pejabat Israel.
Israel menggempur Gaza dengan serangan udara dan tembakan artileri yang merenggut sedikitnya 2.215 nyawa di daerah kantong Palestina yang diblokade selama seminggu terakhir, menurut pejabat Hamas.
Tentara Israel telah meminta warga Gaza di utara wilayah kantong tersebut untuk mengungsi ke selatan guna menghindari serangan.
“Tidak untuk pengungsian dari Tepi (Barat), bukan dari Gaza dan tidak untuk pengungsian dari Gaza ke Mesir,” kata Haniyeh dalam pidatonya.
“Keputusan kami adalah tetap berada di wilayah kami.”
“Kami ingin pendudukan ini meninggalkan tanah kami,” kata Haniyeh, “agar kami memiliki negara dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya… dan agar rakyat Palestina kami dapat kembali,” katanya.
Sebelumnya pada Sabtu (14/10), Haniyeh menuduh Israel melakukan kejahatan perang dan mencegah bantuan kemanusiaan memasuki Gaza.
“Kekejaman Israel merupakan kejahatan perang,” katanya dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres yang diunggah di situs kelompok Palestina.
Haniyeh juga mengutuk “pengepungan biadab yang dilakukan Israel” terhadap wilayah Palestina, dan menuduh bahwa “pendudukan Israel melarang masuknya bantuan kemanusiaan dan pasokan medis ke Jalur Gaza.”
Dia mendesak Guterres untuk memberikan tekanan kepada Israel agar memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza.
Israel memberlakukan “pengepungan total” terhadap wilayah kantong tersebut setelah serangan pada 7 Oktober, menghentikan pasokan listrik, air dan bahan bakar.
Israel menegaskan bahwa pengiriman pasokan tidak akan dibuka kembali sampai Hamas melepaskan semua tawanan yang ditangkap dalam serangan lintas perbatasan tersebut.
Sekitar 2,4 juta warga Palestina tinggal di Jalur Gaza, yang berada di bawah blokade Israel yang melumpuhkan sejak Hamas merebut kekuasaan di wilayah pesisir tersebut pada 2007. [ah/ft]
Tidak ada komentar