Presiden China Xi Jinping mengeluarkan pernyataan publik pertamanya mengenai konflik Israel-Hamas pada Kamis (19/10), dengan menyerukan gencatan senjata dan menegaskan bahwa pembentukan “negara merdeka Palestina” melalui solusi dua negara merupakan “jalan keluar yang mendasar” dari konflik itu.
“Prioritas utamanya adalah menghentikan pertempuran sesegera mungkin, mencegah konflik meluas atau bahkan tak terkendali dan menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah,” kata Xi dalam pertemuannya dengan PM Mesir Mostafa Madbouly di Beijing.
Beberapa analis mengatakan pernyataan Xi itu konsisten dengan sikap Beijing selama puluhan tahun mengenai isu-isu terkait Palestina. “Pernyataan yang keluar [dari Beijing] sejak 8 Oktober konsisten dengan pandangan yang telah dikemukakan China setidaknya sejak 1997,” kata Dawn Murphy, profesor strategi keamanan nasional di US National War College kepada VOA melalui telepon.
Ia mengatakan China tidak melihat konflik terbaru Israel-Hamas “mengubah sikap mereka secara dramatis.”
“Mereka menganggap ini sebagai bagian dari konflik Palestina-Israel yang jauh lebih lama,” kata Murphy.
Selain menegaskan perlunya menerapkan solusi dua negara, Xi memuji upaya Mesir untuk membantu meredakan situasi dan mengatakan Beijing “siap untuk memperkuat koordinasi dengan Mesir dan negara-negara Arab lainnya” untuk memfasilitasi “solusi yang komprehensif, adil, dan langgeng terhadap masalah Palestina segera.”
Konflik dimulai setelah kelompok militan Palestina Hamas meluncurkan serangan mendadak ke Israel pada 7 Oktober, menewaskan sedikitnya 1.400 orang dan menculik hampir 200 warga Israel ke Gaza. Israel membalas dengan meluncurkan serangan udara terhadap target-target di Gaza yang telah menewaskan sedikitnya 3.500 orang Palestina.
China Bersikap Lunak terhadap Hamas
China enggan secara terbuka mengutuk Hamas atas serangan terhadap Israel, yang menuai kritik dari Yerusalem dan Washington. Sementara militer Israel meningkatkan serangan udara terhadap Gaza, Beijing memperkeras kritiknya terhadap Israel, dengan mengatakan tindakan negara itu telah melampaui batasan membela diri.
Beberapa pakar percaya bahwa keengganan Beijing untuk mengutuk Hamas itu dimaksudkan untuk menghindari kerusakan hubungannya yang erat dengan negara-negara Timur Tengah lainnya.
“China telah membuat terobosan signifikan [di Timur Tengah] sejak Washington menarik diri dari Timur Tengah dan mereka tidak ingin menyinggung dunia Arab,” kata Dennis Wilder, yang menjabat direktur Dewan Keamanan Nasional pada masa pemerintahan mantan Presiden AS George W Bush.
Karena AS masih menjadi penjamin keamanan utama bagi sebagian besar negara di Timur Tengah, Wilder mengatakan China punya peran mudah yang memungkinkan mereka untuk “menyerukan perdamaian” tanpa perlu memikul tanggung jawab atas apa yang terjadi di kawasan.
“Gagasan mengenai China sebagai mediator pada situasi ii tidak sesuai dengan kenyataan,” katanya kepada VOA melalui telepon.
China telah berusaha untuk menampilkan diri sebagai mediator di Timur Tengah dalma beberapa bulan ini. Pada Maret lalu, China memperantarai kesepakatan antara Arab Saudi dan Iran yang membuat kedua negara yang bersaing di kawasan itu sepakat untuk membangun kembali hubungan diplomatik dan membuka kembali kedutaan besar mereka.
Kemudian pada April lalu, mantan Menteri Luar Negeri China Qin Gang memberitahu sejawatnya dari Israel dan Palestina bahwa Beijing siap untuk membantu memfasilitasi pembicaraan perdamaian antara kedua pihak.
Selain pernyataan publik pertama Xi mengenai konflik, utusan khusus China untuk Timur Tengah Zhai Jun, yang memulai perjalanannya ke Timur Tengah dan mengadakan pertemuan dengan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov di Qatar pada hari Kamis, mengatakan bahwa Beijing juga bersedia untuk “menjaga komunikasi dan koordinasi” dengan Moskow untuk meredakan situasi di kawasan “sesegera mungkin.”
Pertemuan itu berlangsung satu hari setelah Xi bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di sela-sela Forum Sabuk dan Jalan untuk Kerja Sama Internasional di Beijing. Selain mengukuhkan hubungan bilateral, Xi dan Putih mengadakan “pertukaran pandangan yang mendalam” mengenai situasi Palestina-Israel, menurut pernyataan resmi yang dirilis Kementerian Luar Negeri China pada hari Rabu. [uh/ab]
Tidak ada komentar