Refleksi Akhir Tahun 2023: Kemiskinan Ekstrem dan Pengangguran Menurun?

HAK SUARA
5 Jan 2024 17:43
Ragam 0 112
5 menit membaca

OPINI—Tahun 2023 baru saja berlalu. Beragam peristiwa mewarnai kehidupan. Namun, dominannya adalah catatan kelam yang terukir di benak rakyat. Mulai dari bencana lokal hingga global. Misal di Makassar, bencana banjir di Pebruari 2023 yang diklaim banyak pihak sebagai banjir terparah selama 40 tahun terakhir.

Pun aktivitas reklamasi untuk pembangunan berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menimbulkan bencana sosial dan ekologis yang sangat parah. Dampak ikutannya adalah terjadinya kemiskinan sistemik yang memicu beraneka problem sosial lainnya.

Menarik apa yang disampaikan Direktur Eksekutif Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin dalam Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2023 yang mengatakan bahwa akibat dari krisis iklim, diprediksi tahun 2024 akan ada tiga masalah besar di Sulsel.

Pertama, masalah kemiskinan ekstrem yang diakibatkan meluasnya kerusakan lingkungan yang semakin massif.

Kedua, bencana ekologis yang bisa saja menelan korban lebih banyak di tahun-tahun sebelumnya.

Ketiga, hadirnya tipologi masalah baru di kawasan pesisir laut, antara lain migrasi iklim. Di mana warga pesisir terpaksa pindah ke tempat lain yang lebih aman. (online24jam.com, 31/12/2023)

Hal yang berbeda disampaikan Pemprov Sulsel dalam Refleksi Akhir Tahun 2023. Dikutip dari laman portalmedia.id, 01/01/2024, Pemprov Sulsel menunjukkan hasil yang cukup impresif, menggembirakan, dan cukup membanggakan sepanjang tahun 2023. Khususnya selama empat bulan kepemimpinan Bahtiar Baharuddin selaku Pj Gubernur. Hal ini ditandai dengan pencapaian indikator makro yang telah diukur Badan Pusat Statistik (BPS).

Beberapa indikator yang diukur adalah kemiskinan ekstrem dan pengangguran. Kemiskinan ekstrem saat ini berada dibawah nasional. Kalau nasional 1,1 (persen), Sulsel 1,0 (persen). Dari sisi pengangguran; Sulsel dari 4,51 (persen) di tahun 2022, di November 2023 berada di angka 4,33 (persen).

Paradoks dalam Sistem Kapitalisme

Dilansir dari berbagai sumber, jumlah penduduk miskin di Sulsel terus mangalami kenaikan sejak tahun lalu. Pada Maret 2023 penduduk miskin mencapai 788.850 orang. Angka ini meningkat 6.500 orang jika dibandingkan September 2022, dan meningkat 11.410 orang dibandingkan Maret 2022. Untuk skala nasional, ada tujuh daerah di Sulsel yang terindikasi miskin ekstrem, yakni Pangkep, Jeneponto, Luwu Utara, Luwu, Enrekang, Selayar, dan Toraja Utara.

Realitas kemiskinan dalam bentuk angka-angka saja sudah menunjukkan bahwa Sulsel sedang kondisi yang “tidak sehat”. Apatah lagi jika melihat langsung fakta di lapangan individu per individu. Belum lagi berbicara terkait pengangguran, yang berimbas pula terhadap kemiskinan. Akan sangat jelas gambaran kepiluan rakyat hari ini.

Namun, karena paradigma ala sistem Kapitalisme hanya berdasar nilai di atas kertas dengan indikator skala makro, maka klaim beberapa pihak (terutama penguasa) seolah berhasil menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran.

Padahal, tak dimungkiri jeritan rakyat dengan kenaikan bahan-bahan pokok dan berbagai keperluan lainnya terus melangit. Rendahnya daya beli masyarakat menunjukkan betapa kemiskinan mendera negeri ini. Bahkan kematian akibat kemiskinan juga kerap terjadi. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat mengiris hati di tengah negeri yang katanya bak Zamrud Khatulistiwa.

Paradoks ini sungguh terjadi dalam sistem yang bertumpu pada materi semata. Disempurnakan dengan asas sekularisme, menjadikan semua perkara menegasikan aturan Sang Pencipta dalam mengatur kehidupan. Sistem yang lahir dari rahim yang rusak, meniscayakan terjadinya beragam kerusakan. Lalu, bagaimana sebenarnya arah perubahan yang melahirkan kesejahteraan?

Perubahan Hakiki Lahir dari Sistem yang Sahih

Perubahan hakiki hanya lahir dari sistem sahih (benar), yakni yang berasal dari Dzat yang menciptakan manusia dan seluruh isi semesta. Dia-lah Allah ‘Azza wa Jalla. Aturan yang lahir dari-Nya meniscayakan kebaikan untuk semua. Menyejahterakan penghuni bumi tanpa batas dan tanpa diskriminasi.

Hal tersebut telah terbukti 14 abad yang lalu. Dimana negara mengadopsi dan mengimplementasikan seluruh syariat Islam dalam semua aspek kehidupan. Sebuah peradaban gemilang selama kurun waktu 1300 tahun lamanya tercatat dalam tinta emas sejarah.

Negara (dalam hal ini penguasa) mengambil peran sangat urgen dalam melaksanakan seluruh amanah yang dibebankan syariat. Di antaranya adalah memastikan seluruh kebutuhan pokok individu dan publik terpenuhi secara layak, agar kesejahteraan rakyat mewujud. kebutuhan pokok individu yaitu pangan, sandang, dan papan/perumahan. Sedangkan kebutuhan pokok publik yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Selanjutnya instrumen Islam dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya harus dalam koridor syariat; baik dalam skala individu, masyarakat, maupun negara. Tidak boleh ada pelanggaran syariat di dalamnya. Misal, tidak dibenarkan adanya transaksi ribawi termasuk utang. Atau segala macam regulasi yang berpotensi mendatangkan kezaliman yang berujung bencana.

Negara mengelola Sumber Daya Alam (SDA) secara mandiri dan independen, sehingga tidak ada intervensi dari pihak luar. Hal ini pun terkait erat dengan problem pengangguran. Di mana negara membuka seluas-luasnya lapangan pekerjaan bagi laki-laki atau penanggung jawab penafkahan. Sebab di pundak laki-laki baligh dan mampu, kewajiban itu berlaku.

Jenis kepemilikan juga sangat detail dalam sistem Islam. Ada kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Masing-masing jenis kepemilikan tersebut berjalan sesuai hukum syarak. Uniknya dalam sistem Islam, semua kekayaan/harta dari kepemilikan umum dan kepemilikan negara disimpan di Baitul Mal dan dikelola untuk kemaslahatan seluruh rakyat. Pemimpin/Khalifah mengatur pemasukan dan pengeluaran kas di Baitul Mal sesuai syariat.

Penguasa dan rakyat berkolaborasi menjalankan seluruh aturan Sang Khalik dengan ketakwaan yang dilandasi akidah Islam. Inilah sekelumit gambaran instrumen sistem Islam yang diadopsi oleh negara dalam menjamin kebutuhan pokok rakyatnya.

Sistem yang mampu mengentaskan kemiskinan individu per individu. Memastikan setiap jiwa terpenuhi kebutuhan pokoknya, bukan sekadar angka-angka semata. Insyaallah dengan pengelolaan sedemikian sempurna akan mewujudkan kesejahteraan yang dirindukan setiap insan. Wallahua’lam bis Showab. (*)

 

Penulis
Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T.
(Dosen Teknik Sipil dan Pemerhati Sosial)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

Kerlas Kerja

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x
x