Tersangka Perusak Cagar Alam Faruhumpenai Dijerat 5 Tahun Penjara, Denda Rp7,5 Miliar

HAK SUARA
9 Feb 2024 01:44
Ragam 0 132
3 menit membaca

MAKASSAR—Berkas perkara kasus perambahan hutan dengan tersangka AB (50) dan SY (52) di Cagar Alam (CA) Faruhumpenai, Desa Parumpenai, Kecamatan Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur, yang ditangani Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, Selasa (6/2/2024) lalu.

Menurut Humas Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) Wilayah Sulawesi, Abdul Waqqas, perkara ini bermula dari informasi masyarakat, yang menemukan adanya alat berat excavator di dalam kawasan hutan CA Faruhumpenai yang sedang beroperasi membuka lahan untuk dijadikan kebun.

Selanjutnya Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi membentuk tim operasi bersama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan dan berhasil mengamankan 1 unit alat berat excavator beserta operator berinisial IW yang sedang bekerja membuka lahan dalam kawasan hutan CA Faruhumpenai.

“Selanjutnya tim operasi mengamankan alat berat excavator dan membawa IW operator alat berat menuju Makassar guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” terang Abdul Waqqas melalui keterangan tertulisnya yang diterima Mediasulsel.com, Kamis (8/2/2024)

Setelah dilakukan pemeriksaan dan pengembangan terhadap operator alat berat, Penyidik menangkap AB (50) warga Dusun Roroi, Desa Parumpanai, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur, Sulsel, yang berperan sebagai pembeli sekaligus penggarap lahan dan SY (52) warga Dusun Tembo’e, Desa Burau, Kecamatan Burau, Luwu Timur, yang berperan sebagai penjual lahan garapan. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka utama oleh Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi.

Dalam kasus ini, kedua tersangka dijerat Pasal 36 angka 17 dan angka 19 UU RI No. 6/2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No. 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU, dan atau Pasal 40 ayat (1) Jo Pasal 19 ayat (1) UU No. 5/1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. dengan ancaman pidana paling tinggi 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp7,5 miliar.

Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun mengatakan, tim Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi telah melakukan serangkaian proses penegakan hukum dengan baik.

“Saat ini kedua tersangka beserta barang bukti telah dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu Timur untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di Pengadilan,” terangnya.

Aswin Bangun memberikan apresiasi kepada seluruh tim operasi, Ia mengucapkan terima kasih serta apresiasi kepada Balai Besar KSDA Sulsel atas komitmen serta sinergitas yang terjalin dengan Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi dalam upaya menjaga kawasan konservasi di Provinsi Sulawesi Selatan.

“Kami juga mengucapakan terima kasih kepada Masyarakat serta Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) dan Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, sehingga para pelaku dapat kita amankan dan diproses hukum sesuai undang-undang yang berlaku,” ucapnya.

Selanjutnya, menurut Aswin Kementerian LHK sangat serius menindak para pelaku perusakan kawasan hutan, terlebih kawasan konservasi yang memiliki nilai ekologi dan keanekaragaman hayati yang sangat penting bagi kehidupan.

“Kejahatan seperti ini menyebabkan rusaknya ekosistem dan deforestasi yang dapat mengakibatkan kawasan hutan tidak berfungsi dengan baik, sehingga mengakibatkan bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor yang menjadi ancaman dan merugikan Masyarakat,” tegas Aswin.

Aswin berharap kejadian ini dapat menjadi peringatan bagi semua pihak, bahwa Gakkum KLLK tidak akan mentolerir kegiatan ilegal yang merugikan keberlanjutan lingkungan dan kelestarian alam di Indonesia. (70n)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x