OPINI—Menuju 110 hari pembantaian tak manusiawi di wilayah Syam, tanah berkah bergelimang rahmat, tanah lahir para pemimpin muslim. Mungkin belum mencapai puncaknya, keserakahan penjajah belum usai menghabisi nyawa-nyawa umat muslim.
Terhitung hingga hari ini, kematian senantiasa trending berkat serangan brutal genosida, menutup akses sebagian wilayah Gaza sebagai upaya kurungan perlawanan warga Gaza.
Sebagian dari kita tidak menutup mata, buktinya kabar tentang Palestina masih terus bermunculan di semua platform media sosial. Apakah benar kita tidak tersentuh? Anoa pasir menjadi hiasan setiap hamparan reruntuhan rumah, kawat dan besi menancap tepat di ujung kulit meneteskan darah.
Seruan keberanian membela Palestina tak sebanding jumlah nyawa yang direnggutnya. Kini kondisi umat muslim berduka, menggerogoti batinnya, “Ya Rabb, sampai kapan kekejaman ini?”
Para Zionis terus meningkatkan intensitas tindak kekerasannya. Mengutip CNCB indonesia (cncbindonesia.com) tanggal 17 januari 2024 serangan terbaru meningkatkan jumlah korban jiwa secara keseluruhan di Gaza, yakni: 24.802 orang tewas dan 10.104 orang terluka.
Serangan ini menghabiskan hampir seluruh penduduk gaza baik warga lokal maupun warga pendatang. Tak sampai situ, akses air bersih dan makanan mereka tutup guna mematikan secara perlahan negeri Palestina.
Mengingat Benjamin Netanyahu selaku, Perdana Menteri Israel berpidato di Sidang Majelis Umum PBB di markas besar PBB di New York, AS, Jumat 22/09/2023 yang secara tegas menyampaikan bahwa mereka tidak ingin menyerang warga gaza tetapi menyerang Hamas.
Israel membalas serangan Hamas yang dianggap sebagai penyebab terjadinya genosida ini dan tentunya kenangan 7 Oktober tidak akan kami lupakan. Disusul Kepala militer Israel, Herzi Halevi mengatakan bahwa perang di Gaza merupakan perjuangan “untuk mendapatkan hak kami untuk hidup di sini dengan aman,” ujarnya.
Secara gamblang bukankah ini bentuk pengakuan atas tindak kekerasan yang membuat Palestina melebur seperti debu. Selaku orang beriman, kita menganggap bahwa Israel bukanlah orang suportif yang sangat mudah untuk diajak diskusi dan merekalah penggiring opini terhebat.
Menuju 4 bulan serangan RIP kemanusiaan menjadi fakta bahwa Palestina membutuhkan bantuan yang signifikan oleh umat muslim.
Akan tetapi sayangnya, konsolidasi dianggap sebagai solusi yang mampu menyelamatkan Palestina, akan tetapi bantuan tenaga belum terwujud sampai sekarang. Melihat negeri muslim tidak banyak yang membantu untuk melenyapkan penjajah.
Dan yang dapat membantu pun mengalami keterbatasan akibat adanya hukum-hukum internasional dan sekat nasionalisme yang menghalangi satu negara masuk ke negara lain. Suriah, Lebanon, Yordania, Arab Saudi, Mesir, dan Turki.
Sadarkah, Palestina butuh peran nyata kita dengan sebenar-benarnya pertolongan. Tetaplah berdiri di sisi mereka, terus menyuarakan kebenaran, masuk barisan terdepan untuk mereka, mengirimkan bantuan, termasuk meng-counter propaganda penjajah, melemahkan ekonomi mereka dengan segala cara, sehingga kaum muslim Palestina tidak merasa sendirian dan ditinggalkan saudara seagamanya.
Bisa dipastikan sekarang bahwa mereka diam membisu akan terpaan serangan, namun mereka tak pupus harapan atas rahmat Allah yang rahmatan lil ‘alamin.
Bagian yang menyedihkanya adalah semua upaya tersebut tak cukup untuk menolong masyarakat Palestina, sebab penjajahan itu nyata, bersifat fisik, dan melibatkan kekuatan senjata. Pahitnya, didukung secara politik dan ekonomi dari negara-negara adidaya.
Maka dari itu, para Zionis pun terus merasa jumawa karena sadar bahwa semua penguasa muslim dalam posisi lemah. Ditambah para pemimpin-pemimpin muslim ternyata tak mampu pasang badan untuk membalas aksi biadab Zionis. Bukankah ini memprihatinkan, inikah ujung tombak untuk Palestina?
Tak berhenti menyuarakan bahwa Palestina membutuhkan sebuah persatuan yang bergerak dalam dunia Islam. Tujuannya untuk membangkitkan umat muslim, yang mampu mewujudkan bantuan nyata dari negeri-negeri muslim berupa pemgiriman tentara-tentaranya.
Bantuan yang paling diharapkan dan bantuan yang kelak menjadi simbol akan persatuan umat muslim yang berperang untuk Allah swt. dan umat Nabi Muhammad saw. Pergerakan inilah yang akan menghapus sekat nasionalisme dan hukum-hukum internasional.
Seperti yang kita ketahui bahwa faktor terbatasnya gerakan pemimpin umat muslim saat ini dikarenakan mereka telah mengalami kelemahan mental yang sangat gawat yang disebut al-wahn, yaitu cinta dunia (hubbu al-dunyā) dan benci mati (karāhiyat al-maut).
Kedua, karena mereka telah tunduk dan patuh mengikuti kaum Yahudi dan Nasrani, yakni negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat. Sehingga posisi dan sikap yang akan diambil oleh para pemimpin negeri-negeri Islam juga akan menyesuaikan dengan garis politik Amerika Serikat.
Memahami konsep ini, kita menganggap sebagai sistem yang mengatur dunia dan manusia apakah ini sudah benar? Melihat penyimpangan terjadi pada masyarakat Palestina, ketidakstabilan secara nyata terjadi di depan mata.
Maka dari itu selamanya tidak akan ada solusi untuk Palestina. Perdamaian yang diperjuangkan hanya sekadar memporak-porandakan panggung dunia. “Miris!”
Kita cukup sadar akan permasalahan dasarnya bahwa karena ketiadaan institusi pemersatu umat muslim, yakni kekhalifahan Islam. Institusi yang diruntuhkan melalui konspirasi Yahudi dan diganti dengan sistem sekuler-kapitalisme, yang meniscayakan _nation state_ (negara bangsa). Paham dari sistem inilah yang mengawali tercerai-berainya ukhuwah Islamiyyah umat muslim seluruh dunia.
Sehingga baik pemimpin muslim maupun sebagian besar umat muslim menganggap masalah saudara kita di Syam hanya merupakan masalah negeri mereka sendiri, bukan masalah umat muslim secara keseluruhan.
Maka mencampakkan kapitalisme dan mengembalikan persatuan umat melalui institusi Khilafah Rasyidah adalah kunci kemenangan umat Islam dan solusi tuntas masalah saudara kita di gaza. Inilah langkah strategis dan upaya yang seharusnya ditempuh umat muslim sedunia.
Dengan kembalinya Khilafah Rasyidah inilah yang akan menjadi pelindung mereka dari berbagai bentuk penjajahan kaum kuffar dan di bawah naungan Khalifah pula para tentara umat muslim bergerak tanpa takut dalam melindungi dan menjaga Palestina.
Atas dasar inilah, kita mencari keberadaan para pemberani yang memang berkewajiban menolong umat muslim. Kondisi muslim Palestina merupakan harga diri umat muslim dunia.
Maka dari itu, mari mengukir kisah perjuangan dengan cara apapun sesuai tuntunan Islam agar kelak sejarah Palestina tak berujung pada tombak tumpul, hanya karena kehilangan tentara umat muslim. “Khilafah Islamiyyah.”
Tetapi, apakah keberanian itu muncul begitu saja, bagaimanakah menyalaraskan langkah umat muslim agar peratuan dapat terwujud?
Mari membuka buku lagi, mengingat-ngingat bagaimana masa kejayaan umat islam yang justru orang kafir tak mampu melupakannya.
Memperpanjang ingatan terkait peradaban dan awal mula bangkitnya umat Islam. Mempelajari Islam kaffah (menyeluruh) dan kemudian siap mendakwahkannya sebagai sumbangsih awal untuk mengembalikan Khilafah Rasyidah. (*)
Penulis:
Andi Siti Amin
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.
Tidak ada komentar