Warga Pertanyakan Kejanggalan Kasus Petasan 

RD AHMAD SYARIF
4 Mar 2025 15:54
Hukum 0 7
2 menit membaca

Haksuara.co.id, Sumenep – Seorang difabel asli Desa Pakondang, Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep niatnya mencari nafkah untuk keluarga justru berujung di tahanan.

AT (38) ditangkap Satreskrim Polres Sumenep pada Jumat, 28 Februari 2025, karena diduga membuat bahan peledak sejenis petasan atau yang dikenal sebagai ‘Sreng’ di Madura. Petasan tersebut dijual dengan harga Rp1.000 per buah.

Menurut keterangan Ahmad Zaini, warga setempat, AT memang pernah membuat Sreng di masa lalu, tetapi sudah lama berhenti.

“Dulu memang pernah buat, tapi itu sudah lama. Kalau pun ada pesanan, paling hanya 50 buah seharga Rp50 ribu,” jelasnya saat diwawancarai, Selasa (4/3/2025).

Dengan kondisi ekonomi yang sangat mendesak kepala keluarga dengan dua anak, AT terpaksa menerima pesanan pembuatan Sreng. Keterbatasan fisiknya menyulitkan dia mendapatkan pekerjaan lain dengan penghasilan mencukupi.

“Dia sudah lama tidak melakukannya. Tapi belakangan ini ada orang yang memaksa dia untuk membuat lagi,” ujarnya.

Sebelum penangkapan, AT menggantungkan hidup dari sepetak tanahnya. Ia menanam cabai hidroponik di pekarangan rumahnya yang sempit. Kabar penangkapannya mengejutkan warga, mengingat ia telah lama meninggalkan usaha pembuatan petasan.

Berdasarkan informasi yang beredar, AT kembali membuat Sreng setelah seorang warga Kecamatan Manding berinisial SE mendesaknya untuk menerima pesanan. AT awalnya menolak, tetapi karena kondisi ekonomi dan kebutuhan menjelang Ramadan, ia akhirnya setuju untuk membuat 40 buah. Setelah menyelesaikan pesanan kedua yang jumlahnya lebih kecil, AT malah ditangkap oleh polisi.

Penangkapan ini menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan warga. Menurut Zaini, di rumah AT tidak ada Sreng siap jual karena semuanya sudah dikirim ke SE. Namun, dalam rilis resmi kepolisian disebutkan bahwa terdapat barang bukti 100 buah Sreng dor.

“Setahu saya, di rumah AT tidak ada Sreng dor karena sudah dijual ke pemesan. Tapi di rilis polisi kok ada 100 buah?,” paparnya.

Kejanggalan lain adalah tidak ditangkapnya SE, sang pemesan. Warga menduga AT hanya dijadikan korban, apalagi SE sejak awal terlihat sangat memaksa.

Kini, dengan kondisi ekonomi yang sulit dan keterbatasan fisik, AT harus meninggalkan istri dan dua anaknya untuk menghadapi proses hukum. Ia dijerat Pasal 1 ayat (1) dan (3) UU Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951 tentang bahan peledak, dengan ancaman hukuman 12 tahun hingga seumur hidup.

x
x