Diputus Menang Tapi tak Dapatkan Keadilan, Nenek 75 Tahun Berjuang Rebut Hak Waris Tanahnya

TAUFIK ARIFIN
13 Agu 2025 15:14
Hukum 0 11
8 menit membaca

JAKARTA – Nenek berusia 75 tahun, Lenny Gunarti Hidayat, tak kenal lelah dan pantang menyerah. Di usianya yang mulai renta, Lenny terus memperjuangkan keadilan atas hak waris miliknya di Jl. Batu Tulis No. 40-40A Kelurahan Kebon Kelapa, Kec. Gambir, Jakarta Pusat.

Betapa tidak, perkara yang tengah diperjuangkan Lenny telah berproses di Pengadilan sejak tahun 1975. Meskipun Ia telah mendapatkan hak atas tanahnya kembali, namun Lenny belum bisa menduduki tanah hak waris peninggalan ayahnya, Suryadi Hidayat.

Lenny Gunarti Hidayat selaku ahli waris Suryadi Hidayat tak bisa berbuat banyak. Nenek itu kerap dirongrong Moe Yuny Raharja, pihak ketiga yang mengaku-ngaku pemilik tanah di Jl. Batu Tulis No. 40-40A Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.

Padahal, Lenny telah mendapatkan kepastian hukum hak atas tanah miliknya itu, melalui putusan yang telah Berkekuatan Hukum Tetap pada Perkara No. 406/Pdt G Bth/2019/PN Jkt Pst Jo. No. 105/PDT/2021/PTDKI Jo No. 2588K/Pdt/2023 merupakan Gugatan Perlawanan selaku Pelawan pihak ketiga (Moe Yunny Raharja) terhadap Penetapan Eksekusi No. 52/2018 Eks Jo No. 349/Pdt.G/2009/PN Jkt.Pst Jo No. 298/PDT/ 2010/PT DKI Jo. No 558 PK/2014 yang amarnya “menolak Perlawanan dari Pelawan dan menyatakan Pelawan adalah Pelawan yang tidak benar”.

“Itu dibuktikan dengan dilaksanakannya Eksekusi berdasarkan Berita acara Eksekusi dan Berita acara Penyerahan yang dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 1 Februari 2023,” ujar Firdaus, kuasa hukum Lenny Gunarti Hidayat kepada wartawan, Rabu (13/8/2025).

Firdaus menyebut saat ini kliennya masih mendapatkan hambatan atas tindakan Moe Yuny Raharja dengan cara main hakim sendiri. “Seolah-olah dia (Moe Yuny Raharja) masih memiliki atas tanah di Jl. Batu Tulis No.40-40A Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat,” jelas Firdaus.

Ajukan Gugatan Baru

Karena tak juga bisa menduduki hak atas tanah warisnya itu, Lenny, emak-emak berumur 75 tahun itu mengajukan sendiri gugatan baru ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tergugatnya Moe Yunny Raharja dan Kementerian ATR/BPN sebagai Turut Tergugat I dan Kakanwil ATR/BPN DKI Jakarta sebagai Turut Tergugat II, terdaftar dalam Perkara Perdata Nomor.64/Pdt.G/2025/PN. JKT.PST, dengan susunan Majelis Hakim Ketua Sunoto, S.H, M.H, dengan hakim anggota Dennie Arsan Fatrika, S.H., M.H., dan Eryusman, S.H., M.H., yang pada pokok inti gugatannya “Perbuatan Melawan Hukum”.

Menurut Firdaus, gugatan dilakukan untuk menguji apakah tindakan Moe Yunny Raharja/Tergugat yang masih tetap menggunakan Sertipikat Hak Milik Nomor 888/Kebon Kelapa seluas 695 M². Pasalnya, lanjut Firdaus, Sertipikat Hak Milik Nomor 888/Kebon Kelapa, atas nama Moe Yunny Raharja tidak sah secara hukum sesuai putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sebagai dasar hak kepemilikan atas tanah.

“Apakah dibenarkan menurut hukum, dia (Moe Yuny Raharja) memasang papan nama dengan tulisan DILARANG MASUK TANAH INI SHM 888/Kebon Kelapa Luas 695 m². Pemilik: Yunny Raharja,” ulasnya lagi.

Sebab, kata Firdaus, diatas tanah seluas 833 M² di Jalan Batu Tulis Nomor 40-40A, RT 007/RW 03, Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Kota Administrasi Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta yang telah dieksekusi dan telah diserah terimakan kepemilikannya oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 1 Februari 2023 kepada Penggugat/Lenny Gunarti Hidayat selaku ahli waris alm. Suryadi Hidayat.

Terhadap adanya dugaan pemeriksaan sidang lokasi yang digelar pada Jumat, 8 Agustus 2025, Firdaus menyebut pemeriksaan setempat atas permohonan melalui kuasa insidentil Tergugat/Moe Yunny Raharja, yang notabene telah diajukan nota keberatan oleh Penggugat/Lenny Gunarti Hidayat.

Nota keberatan disampaikan Firdaus lantaran objek tanah telah terlaksana eksekusi. “Saya tidak mau berkomentar lebih banyak lagi, takut dianggap menilai putusan yang telah berkekuatan hukum tetap terdahulu dan takut dianggap Contemt of Court, biar publik yang bisa menilai,” ujar Firdaus.

Adapun Lenny Gunarti Hidayat yang ditemui di lokasi, menyatakan akan menghormati segala putusan peradilan yang ada.

“Saya hanya menjalankan amanah dari ayah saya, alm. Suryadi Hidayat, yang intinya diminta pertahankan hak milik atas tanah melalui proses peradilan,” ujarnya dan berharap persidangan ini berjalan dengan objektif sesuai dengan fakta-fakta hukum yang telah ada.

Moe Yunny Raharja ‘Diusir Paksa’ Tim Eksekusi PN Jakarta Pusat

Sebelumnya, Lenny Gunarti Hidayat, ahli waris Suryadi Hidayat, pemilik tanah di Jalan Batu Tulis, No. 40-40A, Kel. Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, akhirnya bernapas lega.

Hak keperdataan atas tanah ayahnya yang bersengketa, akhirnya kembali dikuasainya. Itu terjadi setelah dilakukannya eksekusi pengosongan dan pembongkaran bangunan oleh tim juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Moe Yunny Raharja pihak ketiga yang mengklaim sebagai pemilik dan menguasai fisik bangunan tak mampu berbuat banyak saat tim eksekusi tiba di lokasi. Moe yang akrab disapa Irwan itu sempat berusaha menghalangi kehadiran tim juru sita yang akan melaksanakan tugasnya berdasarkan Penetapan Daft. NO: 52/2018.EKS.Jo.Perkara Nomor: 349/PDT.G/2009/PN.JKT.PST.Z.Jo.298/PDT/2010/PT.DKI,Jo No. 558 PK/PDT/2014. Moe Yunny Raharja diusir paksa tim eksekusi PN Jakarta Pusat.

Dihadapan Moe, tim juru sita membacakan surat penetapan eksekusi pengosongan yang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Dr. Yanto, SH, MH.

“Eksekusi ini dilakukan berdasar putusan Pengadilan Negeri No. 349/PDT.G/2009/PN.JKT.PST.Z.Jo.298/PDT/2010/PT.DKI,Jo No. 558 PK/PDT/2014. Itu dasae eksekusinya, putusan PK, jadi harus mengembalikan obyeknya. Dulu pernah dieksekusi oleh termohon skr kita eksekusi balik,” ucap juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Dimas kepada awak media di lokasi, Rabu (1/2/2023).

Dimas menyatakan eksekusi tersebut seharusnya dilakukan pada 2019. “Kita tunda karena ada perlawanan (bantahan), jadi hak orang kita hargai. Karena sampai tingkat banding sudah putus, maka bantahannya ditolak, maka kita langsung eksekusi,” jelasnya.

Setelah penetapan eksekusi dibacakan, satu unit alat berat yang telah disiapkan tim juru sita angsung bergerak masuk ke lokasi dan membuka paksa pintu pagar yang telah digembok dan diikat kuat dengan las oleh Moe.

Dalam sekejap, mesin perata bangunan langsung menghujani pilar-pilar beton yang dibangun Moe Raharja di tanah milik Suryadi Hidayat itu.

Dalam perkara ini, Lenny Gunarti Hidayat selaku ahli waris Suryadi Hidayat bertindak sebagai Pemohon, melawan Hendry Lathianza dan Martin Lunardi selaku Termohon I dan II..

Adapun isi Penetapan Eksekusi menyatakan Penggugat Lenny Gunarti Hidayat adalah pihak yang paling berhak atas tanah seluas 833 meter persegi berikut bangunan di atasnya berupa bangunan induk dan bangunan paviliun di Jalan Batu Tulis, No. 40-40A, Kel. Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.

Dengan dilaksanakannya eksekusi, Lenny Gunarti Hidayat selaku ahli waris tak bisa menyembunyikan kebahagiannya. Ditemani Megantoro suaminya, Lenny terlihat berfoto-foto bersama beberapa keluarganya di lokasi eksekusi.

“Perasaan saya terharu sekaligus lega, akhirnya keadilan berpihak pada kebenaran. Itulah kebesaran Yang Di Atas,” ucap Lenny.

“Semua saya serahkan kepada proses hukum, saya percaya masih ada hukum dan keadilan di negeri ini,” sambungnya.

Firdaus, selaku tim kuasa hukum Lenny Gunarti Hidayat, menyebut persoalan kasus tanah di Jalan Batu Tulis, No. 40-40A Kel. Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, sudah berlangsung sejak 1975 antara penyewa dan pemilik lahan.

“Pemiliknya bernama Suryadi Hidayat. Penyewa bernama Thian Tjhong Shoeng. Keduanya sudah meninggal dunia,” ujar Firdaus.

Lenny Gunarti Hidayat mewakili ahli waris Suryadi Hidayat, adapun Hendry Lathianza dan Martin Lunardi (kakak beradik) sebagai ahli waris dari penyewa bernama Thian Tjhong Shoeng.

Riwayat Masalah

Firdaus menyebut ihwal gugatan berawal dari pihak penyewa yang merasa telah membeli tanah tersebut dari N.V. Oei, sebuah Perusahaan Perdagangan, Perindustrian, Pembangunan, Vaan dan Ekspedisi Oei, di masa itu.

“Di tahun yang sama setelah itu, Thian Tjhong Shoeng mengajukan permohonan sertifikat, tapi ditolak oleh BPN. BPN beralasan karena di obyek tanah itu sudah ada sertifikat atas nama Suryadi dengan nomor 128 Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir,” terangnya.

Suryadi kemudian digugat ke pengadilan. Tapi, kata Firdaus, gugatan Thian Tjhong Shoeng ditolak. “Pak Suryadi Hidayat ini dari tahun 1966 telah memiliki HGB, setelah tahun 1968 ditingkatkan menjadi hak milik,” bebernya.

Dalam perjalanan, penyewa Thian Tjhong Shoeng memohon dibatalkan sertifikat 128 ke BPN dan disetujui. Karena sertifikatnya dibatalkan, Suryadi yang merasa dirugikan lantas menggugat BPN dan Thian Tjhong Shoeng.

“Pemilik (Suryadi) menggugat hingga PK di tahun 1994,” ulas Firdaus.

Dia menyebut di obyek tanah seluas 833 M2 milik Suryadi ada rumah induk (disewakan) dan rumah paviliun ditempati oleh Suryadi. “Entah bagaimana si penyewa rumah induk bisa terbit sertifikat HGB No. 663 Kebon Kelapa a/n Thian Tjhong Shoeng.

Thian Tjhong Shoeng meninggal di tahun 2002. Pada tahun 2007, dua kakak beradik anak Thian Tjhong Shoeng, Hendry Lathianza dan Martin Lunardi membuat sertifikat terhadap rumah paviliun menggunakan warkah yang pernah ditolak oleh pengadilan di tahun 1975.

Sejurus kemudian di tahun 2007, keluar sertifikat No. 2462 di atas tanah milik Suryadi. Munculnya sertifikat No. 2462 yang baru diketahui oleh Suryadi di tahun 2009 itu kemudian digugat ke PTUN.

“Tingkat awal sampai kasasi Pak Suryadi kalah. Tapi di tahun 2013 mengajukan PK dan akhirnya menang. Sertifikat 2462 kemudian dibatalkan,” ucap Firdaus.

Rupanya persoalan tidak berhenti sampai di situ. Hendry Lathianza dan Martin Lunardi berbekal sertifikat yang telah dibatalkan warkahnya oleh pengadilan di tahun 1975, tanpa hak diduga menjual tanah tersebut ke Moe Yunny Raharja. Alhasil, Moe Yunny Raharja sebagai pihak ketiga ikut terseret dalam kasus itu.

Moe Yunny Raharja melakukan perlawanan terhadap eksekusi yang seharusnya dilaksanakan pada 2019. Namun, upaya perlawanan Moe Yunny Raharja hingga tingkat banding ditolak.

Moe.Yunny Raharja yang hadir di lokasi mengenakan kaos berwarna kuning dan Harjajdi Jahya kuasa hukumnya, tak bisa berbuat banyak mempertahankan obyek tanah bersertifikat yang dia beli dari Hendry Lathianza dan Martin Lunardi, yang status keabsahannya telah dibatalkan oleh pengadilan pada tahun 1975 itu.

Bangunan pondasi berstruktur beton yang dia bangun di atas lahan ahli waris Lenny Gunarti Hidayat itu dibongkar alat berat dengan pengawalan tim juru sita PN Jakarta Pusat.

Terhadap kehadiran Moe Yunny Raharja, Firdaus selaku kuasa hukum Lenny Gunarti Hidayat, mengaku tak ambil pusing. Dia menyatakan keberadaan Moe Yunny.Raharja di lokasi itu sebagai pihak yang salah alamat.

“Dia kemungkinan membeli dari Hendry Lathianza dan Martin Lunardi. Anda bisa simpulkan sendiri siapa yang keliru dalam.hal ini,” ujar Firdaus.

“Eksekusi harus dijalankan demi tegaknya dan kepastian hukum bagi masyarakat,” pungkasnya.

x
x