DPP PGNR : PPN Naik, Rakyat Sengsara

NOVA ISKANDAR
31 Des 2024 15:11
Nasional 0 8
3 menit membaca

DPP PGNR : PPN Naik, Rakyat Sengsara

JAKARTA- Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana menaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% ke 12%. Perlu diketahui, PPN adalah pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa yang terjadi pada wajib pajak orang pribadi atau badan usaha yang mendapat status Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Dikonfirmasi oleh Menko Bidang Perekonomian, Kenaikan tarif PPN 12 persen akan diberlakukan per 1 Januari 2025. Ia mengatakan naiknya tarif PPN sampai 12 persen merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Wacana yang diangkat pemerintah tersebut sontak mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat salah satunya, tokoh HMI Lahat Oktaria Saputra.

Melalui rilisnya, Oktaria Saputra mengatakan kenaikan PPN 12% akan memberikan dampak yang tidak baik terhadap keberlangsungan hidup masyarakat, di setiap sektor dan ruang lingkup kehidupan.

Di lain sisi, pihak Ditjen Pajak berpendapat bahwa kenaikan PPN ke 12% tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi perekonomian negara.

Namun dari berbagai kajian dari para pakar, perubahan angka PPN ini tetap berdampak merugikan masyarakat.

“Kenaikan PPN 12 persen ini dapat meningkatkan jumlah pengangguran. Apabila PPN naik, otomatis beban hidup masyarakat secara umum akan naik. Dampaknya ke daya beli masyarakat akan turun, sehingga konsumsi juga turun,”kata Oktaria Selasa 31 Desember 2024.

Menurutnya terjadi kelesuan dalam aktivitas perekonomian yang menyebabkan terjadinya pengangguran. Itu adalah dampak secara umumnya, yang terlihat dominan dalam lingkup ekonomi mikro, di ranah rumah tangga masyarakat.

Selain itu, pada sektor pertanian misalnya, pemenuhan input produksi oleh petani tentu akan semakin sulit. Misalnya transaksi jual beli pupuk, petani akan mengeluarkan biaya lebih dibanding sebelumnya. Produktivitas pertanian menurun jika tidak diimbangi dengan pemupukan yang memadai.

“Pilihannya hanya satu, petani tetap membeli pupuk dengan standar PPN yang semakin tinggi itu. Dengan demikian, Nilai Tukar Petani (NTP) akan semakin rendah. Ini mengkhawatirkan, mengingat Indonesia adalah negara agraris, sedangkan nasib petani kurang diperhatikan,”jelasnya.

Kemudian dampak lainya adalah, mereka yang berada pada zonasi kemiskinan akan semakin parah situasinya. Hal ini dikarenakan terus mengecilnya akses terhadap hal-hal potensial yang bisa mengubah nasib kehidupan mereka.

“Sederhananya, bagaimana orang miskin mau menabung atau memikirkan tentang pendidikan, sedangkan untuk konsumsi sehari-hari saja dalam transaksinya diselipkan pajak yang memberatkan,”ujar Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Perhimpunan Gerakan Nusantara Raya (DPP PGNR) ini.

Oleh karena kenaikan PPN dari 11% ke 12% begitu merugikan masyarakat, DPP PGNR mendesak pemerintah untuk membatalkan regulasi tersebut yang direncanakan diterapkan pada tanggal 1 januari 2025.

“Pemerintah harus memikirkan nasib masyarakat. Jangan sampai karena fokus pada pembangunan, pemerintah terlihat seperti mengeruk sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat yang serba terbatas itu. Padahal esensi pembangunan adalah untuk kepentingan masyarakat, namun apa gunanya pembangunan dijalankan apabila itu berangkat dari penderitaan masyarakat,”pungkasnya.

x
x