BALIKPAPAN – DPRD Kota Balikpapan akan memanggil pengembang Grand City Balikpapan, PT. Sinarmas Wisesa dan para pihak bersengketa, termasuk Kepala Kantor Pertanahan Kota Balikpapan pada Acara Dengar Pendapat (Hearing) yang akan digelar usai perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) 14 Februari 2024.
Hearing digelar guna mencari penyelesaian konflik bersengketa Sinarmas Wisesa dengan para pihak. Dalam konfilik sengketa itu, setidaknya Sinarmas bersinggungan dengan 6 warga pemilik tanah. Yakni, Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata (pemilik lahan 14,9 ha), Ekatiningsih (pemilik lahan 19 ha), David Hasihau, Mujiono, Nurjanah dan Yokio Abundan.
“Nanti akan kita undang semua, termasuk pihak pengembang (PT. Sinar Mas Wisesa) dan Badan Pertanahan,” ujar anggota Komisi I DPRD Kota Balikpapan, M. Najib dan Puryadi saat menerima pengaduan Kurniadi, utusan khusus Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata diruang kerjanya, belum lama ini.
Namun kata Puryadi, Acara Hearing baru akan bisa dilakukan setelah agenda Pilpres 2024. “Saat ini suratnya masih dimeja Pak Ketua, kemungkinan baru bisa dilakukan setelah hajat nasional Pilpres selesai,” terang Puryadi dari Fraksi Nasdem.
Pendapat Puryadi diamini M Najib. “Iya, kondisinya terbentur hajat nasional. Nanti setelah Pilpres akan kita panggil semuanya. Kita punya tanggung jawab soal itu,” ujar M. Najib Fraksi PDI Perjuangan.
Kurniadi mendatangi Gedung DPRD Balikpapan untuk mempertanyakan perihal surat Permohonan Rapat Dengar Pendapat (Hearing). Surat bernomor 024/KYS/X/2023 yang ditandatangani Klara Yustianni Sitinjak selaku kuasa hukum Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata, telah dikirim Klara sejak 26 Oktober 2023.
“Kita mau tahu bagaimana posisi Bapak-bapak Dewan menyikapi masalah ini. Karena itu saya datang jauh-jauh dari Jakarta,” tutur Kurniadi kepada M. Najib dan Puryadi.
Puryadi dan M. Najib menyatakan akan mengawal sengketa tersebut untuk mencari jalan penyelesaian atas kasus tumpang tindih dokumen tersebut. “Nanti kita undang, kita mau tahu dimana letak persoalannya,” tegas M. Najib.
Dihubungi terpisah, Klara Sitinjak menyambut baik rencana pertemuan tersebut. “Kami ingin menanyakan soal kepemilikan aset klien saya. Pada intinya kami mau minta bantuan, kenapa kok kami punya lahan tapi sampai sekarang tidak bisa kami pergunakan,” tegasnya saat dihubungi wartawan, beberapa hari lalu.
Klara menyebut pengaduan dilakukan ke DPRD Balikpapan karena BPN Kota Balikpapan tidak memberikan jalan keluar atas masalah tersebut. “Yang ada kami disuruh gugat (oleh BPN), gimana ceritanya? Lahan punya kami, malah kami disuruh gugat (oleh BPN). Ini kan ngawur,” tegas Klara.
Pengacara berdarah Batak itu berharap anggota dewan bisa menjembatani semua kepentingan sehingga yang punya hak mendapatkan haknya. “Kami ingin supaya Dewan ini tahu dan tentunya Dewan bisa mendengarkan keluh kesah kami, sehingga kami sebagai warga benar-benar merasa terlindungi,” lanjut Klara.
Klara menyebut lahan milik kliennya itu diperoleh melalui mekanisme dan proses yang benar. “Kami adalah warga negara yang baik yang sudah membeli tanah itu melalui proses lelang resmi dan diketahui lembaga negara,” jelasnya.
“Supaya ada solusi, ada kepastian hukum, kami minta desicion maker dari pihak Sinarmas juga diundang. Termasuk Kepala BPN,” sambungnya.
Dalam kaitan itu, Klara pun mempertanyakan ijin prinsip pihak pengembang PT. Sinarmas Wisesa. Alasannya, pembukaan dari lahan perumahan tersebut bukan hanya bersengketa dengan kliennya, tapi juga bersengketa dengan pihak lain.
“Sinarmas itu perlu diteliti lagi mengingat banyak sekali kasus tumpang tindih tanah dengan sejumlah warga. Salah satunya ibu Kartiningsih,” tukasnya.
Tumpang Tindih
Perlu diketahui, kasus tumpang tindih dokumen di atas tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata merupakan produk kekeliruan Kantor Pertanahan Balikpapan, Kalimantan Timur. Penerbitan lebih dari satu sertifikat di lahan yang sama itu telah menimbulkan permasalahan dan kerugian serta ketidakadilan di masyarakat.
Sengkarut permasalahan hak yang dipersengketakan tak menemukan jalan keluar lantaran BPN Kota Balikpapan terkesan tidak serius menyelesaikannya.
Alhasil, Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata selaku pemilik tahan seluas 14,9 hektar yang juga diklaim oleh pihak Sinarmas Wisesa, merasa dirugikan. “Kami memohon keadilan atas hak kami,” ujar Klara.
Menurutnya, kepemilikan tanah Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata diperoleh secara sah dan benar sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yakni, melalui proses lelang resmi di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dan melibatkan Badan Pertanahan Negara (BPN) Balikpapan.
“Sebelum lelang KPKNL dan Akta Jual Beli telah dilakukan pengukuran ulang yang disaksikan berbagai pihak, tidak ada pihak lain yang merasa keberatan atas tanah itu, apalagi SHM-nya sudah diterbitkan secara secara sah oleh ATR/BPN Kota Balikpapan sejak tahun 1990,” ujarnya.
“Bidang tanah kami juga telah teridentifikasi di Kantor Pertanahan Balikpapan,” sambung Klara.
Dia melanjutkan, sebelum proses perolehan dilakukan pihaknya juga melakukan beberapa kali pengecekan status sertifikat di BPN Balikpapan sebelum lelang KPKNL dan Akta Jual Beli dilakukan. “Bukan cuma sekali, mohon dicatat, kami cek beberapa kali ke BPN. Kemudian dinyatakan telah diperiksa dan sesuai dengan daftar di Kantor Pertanahan Balikpapan, itulah sebabnya SHM kepemilikan dapat dibaliknamakan ke atas nama klien kami. Jika kami salah prosedur, BPN tentunya tidak akan berkenan melakukan proses peralihan hak,” terangnya.
Setelah adanya kepastian tersebut, kata Klara, aset tanahnya dikuasai, dijaga dan dirawat patok tanahnya oleh penjaga selama 24 jam berikut posko jaga. Selain itu, Klara juga menjelaskan bahwa selama ini kliennya sangat patuh menunaikan kewajiban menyetorkan PBB dengan wajib pajak langsung atas nama yang sama dengan pemilik SHM, yang artinya juga kliennya tidak pernah menelantarkan objek dimaksud dan sekaligus memenuhi kewajibannya ke Pemerintah Kota Balikpapan.
Adapun dokumen dari Sinarmas Wisesa disebut Klara Sitinjak hanyalah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang notabene hirarkinya di bawah Sertifikat Hak Milik (SHM). “Itu pun penerbitannya tahun 2017, sedangkan SHM kami diterbitkan 27 tahun lebih awal yaitu tahun 1990,” Klara menjelaskan.
Kejanggalan lainnya yang tak kalah meragukan, adalah tertera dalam Berita Acara Klarifikasi pada 22 Mei 2023, di mana ada bidang tanah milik Sinarmas Wisesa tertulis belum dapat teridentifikasi oleh BPN Kota Balikpapan.
Klara menyebutkan pada acara survey lapangan 5 Mei 2023 ada beberapa patok Grand City yang meragukan dan tidak dapat ditunjukan kepada petugas BPN. “Dengan kata lain tidak jelas,” urainya dan menyebutkan bahwa pihak Sinarmas Wisesa terkesan menghindar dan tidak beritikad baik menyelesaikan masalah.
Dari berbagai alasan dan dokumen kepemilikan sah Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata, konflik sengketa itu pun dibawa hingga audiensi langsung dengan Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto pada 15 November 2022.
Dalam pertemuan itu diperoleh arahan Dirjen Sengketa dan Konflik Pertanahan, bidang yang overlap tersebut kemudian dilakukan pemblokiran pada 12 sertifikat yang tumpang tindih, 4 dan 3 di antaranya sertifikat milik Sinarmas Wisesa dan 5 lainnya milik masyarakat.
Tapi, belakangan, Klara menyebut pihak Sinarmas Wisesa meminta agar blokir tersebut dicabut. “Gilanya lagi salah satu sertifikat yang telah dua kali diblokir atas arahan Dirjen Kementerian ATR/BPN itu, malah akan dilakukan pemisahan oleh Kantor Pertanahan Balikpapan, yaitu SHGB 07208 Sepinggan atas nama Sinarmas Wisesa. Ini, kan jelas ngawur dan kesannya sangat gegabah karena objek tersebut jelas-jelas sedang bersengketa. Saya tahu ini dilakukan supaya Sinarmas leluasa memasarkan produk Grand City ke masyarakat, boleh saja asal batalkan dulu SHGB 07208 Sepinggan yang tumpang tindih, silahkan terbitkan yang di luar tumpang tindih, sehingga SHM milik klien kami juga terbebas dari tumpang tindih. BPN harus adil,” tegas Klara Sitinjak.
“Kalau ini sampai dilakukan oleh BPN, berani memisahkan SHGB 07208 Sepinggan yang sedang bermasalah, artinya BPN Balikpapan cenderung berpihak ke salah satu pihak. Ada apa ini? Bukannya menyelesaikan konflik tapi justru semangatnya malah membuat permasalahan tumpang tindih menjadi semakin ruwet,” tambah Klara dan menambahkan bahwa objek yang akan dipisahkan sertifikatnya itu diduga adalah bidang yang saat ini telah terbangun perumahan kluster Hyland dan telah dijualbelikan kepada masyarakat.
Oleh karenanya, Klara meminta Kantor Pertanahan Kota Balikpapan bersikap adil dan membatalkan semua produk sertifikat kepemilikan PT Sinarmas Wisesa yang bertumpang tindih dengan tanah SHM kliennya, Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata. “Kalau pembatalan SHGB itu telah dilaksanakan sebagaimana mestinya, maka silakan SHGB Grand City yang tidak tumpang tindih, dipisahkan dan dipecahkan. Sekali lagi, batalkan dulu SHGB mereka yang tumpang tindih dengan kami,” imbuh Klara Sitinjak lagi.
Sebagaimana diketahui konflik tanah PT. Sinarmas Wisesa selaku pengembang perumahan Grand City Balikpapan dengan sejumlah warga pemilik tanah telah berlangsung lama. Persoalan tidak hanya pada Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata sebagai pemilik sah tanah lebih kurang seluas 14,9 hektar yang juga diklaim oleh Sinarmas Wisesa. Tapi juga dengan beberapa warga lainnya.
Tercatat, PT. Sinarmas Wisesa berkonflik pula dengan warga pemilik tanah, yakni:
1. Ekatiningsih pemilik lahan 19 hektar dengan sertifikat nomor 6079.
2. David Hasihau
3. Mujiono
4. Nurjanah
5. Yokio Abundan
Hampir tiga tahun mediasi penyelesaian tumpang tindih sengketa tanah warga warga dengan pengembang perumahan PT. Sinarmas Wisesa itu tak ada titik terang.
Tidak ada komentar