*Okta : Kita Harus Melihat Sisi Positif UU TNI*

NOVA ISKANDAR
26 Mar 2025 22:07
Nasional 0 7
4 menit membaca

*Okta : Kita Harus Melihat Sisi Positif UU TNI*

JAKARTA- Publik Indonesia kembali dihebohkan dengan munculnya RUU TNI, yakni Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang kemudian disahkan oleh DPR RI melalui mekanisme kerjanya menjadi UU TNI.

UU ini secara kasat mata di lapangan mendapatkan banyak sekali penolakan dari elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa, akademisi, jurnalis dan masyarakat umum.

Oktaria Saputra, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Perhimpunan Gerakan Nusantara Raya (DPP PGNR) pun turut mengutarakan pandangannya terhadap polemik tersebut.

Melalui rilisnya dari Jakarta Rabu 26 Maret 2025, Okta mengatakan perlu komprehensif untuk mendalami sisi lain dari UU TNI.

“Dalam hemat saya, kita perlu komprehensif mendalami sisi lain dari UU TNI, jangan reaksioner dengan mengkonsumsi begitu saja opini yang dibangun di media tanpa telaah lebih lanjut,” kata Oktaria

Menurutnya opini-opini yang dibangun berupa kekhawatiran kepada UU TNI mengarah pada kembalinya dwifungsi ABRI, serta perebutan hak masyarakat sipil atau posisi-posisi birokrasi di lembaga pemerintahan.

Merespon hal tersebut, penolakan dilakukan di mana-mana, demontrasi yang masif, pendapat-pendapat kontra berseliweran di media sosial.

Lanjutnya, UU TNI menurut laporan pers Komisi I DPR RI telah melewati proses panjangan dengan melibatkan partisipasi masyarakat, artinya secara prosedur pembuatan kebijakan telah terpenuhi.

RUU ini telah digulirkan pembicaraannya pada periodesasi 2019-2024, dan baru dibahas belakangan. RUU ini kemudian disepakati oleh delapan Partai Politik di Senayan.

“Dalam hal, kesan terburu-buru yang dilontarkan oleh para penolak dapat dipertanggungjawabkan oleh DPR RI Komisi I. Selain itu, para pejabat negara dari DPR RI sampai menteri-menteri telah memberikan pandangan yang itu bisa diterima, bahwa kebijakan ini tidak akan membawa ABRI pada dwifungsi yang seperti dicurigai,”paparnya.

Masih dikatakan Okta subtansi yang semestinya lebih disoroti sesuai dengan kekhawatiran yang muncul yakni institusi pemerintahan yang bisa diduduki oleh TNI aktif.

Ia menjelaskan, pada UU TNI sebelum direvisi, terdapat 10 lembaga negara yang bisa ditempati TNI aktif yakni Kantor Bidang Koordinator Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelejen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Dewan Pertahanan Nasional, dan Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional, serta Mahkamah Agung.

Kemudian UU TNI terbaru menambahkan 6 institusi yang bisa ditempati TNI aktif seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Keamanan Laut, Kejaksaan Agung, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

Kuncinya tertuju pada penambahan 6 lembaga yang bisa diisi TNI aktif, yang dianggap mencederai supremasi sipil.

Dalam pandangannya kata Oktaria 6 lembaga yang dimaksud itu tupoksinya tidak bertentangan dengan tugas dan tanggung jawab TNI, untuk menjaga pertahanan dan keamanan negara.

“Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dalam praktiknya di lapangan selama ini sudah melibatkan TNI, maka TNI perlu juga menempati posisi strategis di atas untuk memanage penanggulangan bencana di Indonesia,”ujarnya

Lebih jauh Oktaria mengatakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Keamanan Laut, peran TNI dalam kedua lembaga ini tidak perlu diperdebatkan lagi.

Selanjutnya Kejaksaan Agung, menurutnya ini bagian dari pada penguatan proses penegakan hukum di lingkup militer.

Sementara untuk Kementerian Kelautan dan Perikanan, Oktaria menilai ini tidak terlepas dari strategi kemanan pada wilayah-wilayah NKRI yang seringkali dilanggar oleh negara-negara lain, termasuk ilegal fishing.

“Kemudian Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), yang tentu dijaga oleh TNI, sangat berkaitan dengan pertahanan keamanan dan diplomatik,”jelasnya.

Lanjutnya lagi, saat ini zaman terus berkembang, tantangan terhadap pertahanan dan keamanan negara terus berubah, masih ada gaya konvensional, ada ada juga pola modern.

Dengan kekuatan-kekuatan yang dimiliki, menjadi hal yang lumrah jika TNI aktif mengisi posisi-posisi di atas.

Pun dalam tahapan-tahapannya itu mengedepankan prinsip keadilan, kompetensi dan kepentingan bersama. Berhubungan dengan jabatan politik yang tidak diatur oleh UU TNI, itu adalah persoalan yang lain.

“Langkah yang diambil DPR RI ini patut diapresiasi, karena telah membuat terobosan baru, memberikan ruang pengabdian yang proporsional kepada TNI untuk meningkatkan ketahanan dan kemanan negara sesuai 6 institusi yang baru ditambahkan,”kata Oktaria

Dalam rangka menciptakan ketenteraman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baiknya kita berpendapat secara baik-baik, dan tidak ikut arus, ke sana ke mari atas opini yang telah beredar luas, sekalipun pada akhirnya perbedaan pendapat adalah sesuatu yang niscaya.

“Ikut ramai silahkan saja, tapi lebih baik kita ikut ramai, dengan mengkaji terlebih dahulu sehingga pilihan-pilihan yang kita ambil dapat dipertanggungjawabkan,”ucapnya.

TNI dan masyarakat sambung Oktaria adalah satu, perlu adanya sinergitas, solidaritas untuk membangun Indonesia yang lebih aman dan bermartabat.

“Khususnya untuk TNI yang selama ini kita kenal selalu bersama rakyat, TNI dan rakyat adalah satu, akar sejarahnya memang seperti itu. Harapannya dengan gerbang pengabdian yang baru dibuka, kita selalu mendukung TNI agar tetap menjaga serta meningkatkan keamanan, menciptakan kenyamanan, dan terus bergandengan tangan dengan rakyat Indonesia,”demikian Oktaria.

x
x