Jakarta- Konflik bersenjata antara Iran dan Israel yang kian memanas tidak hanya mengancam stabilitas kawasan Timur Tengah, tetapi juga mengundang perhatian dunia. Menanggapi hal ini, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Perhimpunan Gerakan Nusantara Raya (DPP PGNR) yang juga Wakil Sekretaris Jenderal PB HMI, Oktaria Saputra, S.E., M.Si, menyampaikan sikap dan pandangannya terkait posisi strategis Indonesia dalam menghadapi situasi global tersebut.
Menurut Oktaria, Indonesia harus tampil sebagai kekuatan damai yang berlandaskan pada nilai-nilai konstitusi, kemanusiaan, dan prinsip politik luar negeri bebas aktif.
“Indonesia tidak boleh diam. Kita harus bersikap netral aktif-tidak berpihak pada blok kekuatan tertentu, tetapi tetap aktif mendorong penyelesaian konflik melalui jalur diplomatik dan kemanusiaan. Inilah esensi konstitusi kita: menolak segala bentuk penjajahan dan menjunjung tinggi keadilan dan perdamaian dunia,” tegas Oktaria.
Dalam siaran pernyataannya, Oktaria menekankan bahwa konflik Iran-Israel bukan semata persoalan agama, melainkan konflik geopolitik dan pertarungan pengaruh yang kompleks. Oleh karena itu, solidaritas bangsa Indonesia harus diarahkan secara tepat: kepada korban sipil dan perlindungan nilai-nilai kemanusiaan universal, bukan pada glorifikasi kekerasan dan kebencian sektarian.
“Kita harus menahan diri dari euforia dukungan emosional yang tidak berdasar. Solidaritas kita adalah untuk anak-anak yang menjadi korban, perempuan yang kehilangan keluarga, dan warga sipil yang hidup dalam ketakutan. Baik di Iran, Israel, maupun Palestina, kemanusiaan adalah panglima,” ujarnya.
Lebih lanjut, Oktaria mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah nyata dan proaktif di forum-forum internasional seperti PBB, OKI, dan G20. Indonesia dinilai memiliki kapasitas moral dan historis sebagai juru damai yang dihormati.
“Inilah momen emas bagi Indonesia untuk menghidupkan kembali peran sebagai peace broker. Kita pernah berkontribusi dalam penyelesaian konflik Moro dan Afghanistan. Kini saatnya kembali memainkan peran itu di panggung global,” jelas Oktaria.
Ia juga mengingatkan bahwa mahasiswa Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi pengawal nurani publik dan penjaga suara damai di tengah polarisasi informasi dan agitasi media sosial.
“Mahasiswa harus menjadi mercusuar akal sehat, bukan corong propaganda. Kita menyerukan solusi, bukan provokasi. Kita membela kemanusiaan, bukan membela ego kekuasaan,” tambahnya.
Sebagai penutup, Oktaria menyatakan bahwa kekuatan Indonesia tidak terletak pada militer atau tekanan politik, melainkan pada diplomasi yang bermartabat dan keberanian moral untuk berdiri di pihak perdamaian.
“Ketika dunia dikuasai ketakutan dan dendam, Indonesia harus menjadi cahaya kecil yang mengarahkan dunia kembali pada akal sehat dan hati nurani. Di situlah kemenangan sejati sebuah bangsa berdaulat,” tutupnya.