Lahat – Isu terkait proyek pembangunan jalan hauling di Kabupaten Lahat yang kini ramai diperbincangkan publik, patut dipandang secara objektif, bijak, dan proporsional. Sebagai bagian dari warga yang mencintai daerah ini dan peduli terhadap arah kebijakannya, saya, Oktaria Saputra, menyampaikan sikap dan penjelasan resmi atas pemberitaan RMOL Sumsel bertajuk: “Proyek Jalan Hauling Keluarga Wabup Lahat Dikebut Tanpa Izin Lengkap”.
Sikap ini bukan dalam rangka membela perorangan, tetapi membela akal sehat publik dan arah kemajuan Kabupaten Lahat. Jangan sampai semangat membangun yang sedang tumbuh justru dipatahkan oleh framing yang prematur, tanpa pemahaman utuh terhadap proses hukum dan pembangunan.
1. Pembangunan Ini Legal, Bukan Ilegal: Prosedur Administratif Sedang Berjalan
Pertama dan terutama, penting disampaikan bahwa proyek pembangunan jalan hauling tersebut belum masuk tahap operasional atau komersial. Saat ini, kegiatan yang berlangsung masih dalam tahap pembukaan jalur awal yang secara hukum dimungkinkan dan tidak melanggar undang-undang, selama proses kelengkapan administratif berjalan paralel dan diawasi oleh instansi teknis terkait.
Mengacu pada Permen LHK No. 4 Tahun 2021, tidak semua proyek membutuhkan dokumen AMDAL. Untuk kegiatan terbatas seperti jalan hauling yang berdampak lokal dan terukur, dokumen UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Pemantauan Lingkungan) menjadi mekanisme legal yang sah dan sedang disiapkan oleh pelaksana proyek.
“Ini bukan proyek liar. Tidak ada satu pun aturan yang dilompati secara sengaja. Semua tahapan sedang berjalan sesuai kaidah regulasi lingkungan dan tata ruang,” tegas Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Perhimpunan Gerakan Nusantara Raya (DPP PGNR) Oktaria Saputra. Jumat (08/08/2025)
2. Tuduhan “Proyek Keluarga” Adalah Distraksi dari Fakta Substantif
Pernyataan bahwa proyek ini milik “keluarga Wakil Bupati Lahat” sejauh ini tidak disertai bukti hukum yang sahih dan belum pernah diuji melalui proses legal formal. Menyematkan narasi demikian dalam ruang publik tanpa landasan hukum adalah tindakan yang berpotensi mencemarkan nama baik, memicu kegaduhan politik, dan mengganggu stabilitas birokrasi daerah.
Kita harus mampu membedakan antara pengawasan yang sehat dan serangan politik yang membungkus diri dalam jubah moralitas.
“Jika memang ada dugaan benturan kepentingan, gunakan saluran hukum. Jangan menghakimi lewat opini. Ruang publik membutuhkan klarifikasi, bukan insinuasi,” lanjut Oktaria.
3. Jalan Ini untuk Lahat, Bukan untuk Elit: Menjawab Tantangan Infrastruktur dan Ekonomi
Pembangunan jalan hauling ini, secara makro, memiliki dampak positif jangka panjang bagi konektivitas antarwilayah, kelancaran distribusi hasil tambang dan pertanian, serta peningkatan nilai investasi daerah. Walaupun saat ini manfaatnya belum langsung dirasakan masyarakat karena proyek belum beroperasi penuh, tetapi sejarah membuktikan bahwa semua kemajuan besar berawal dari keputusan yang kadang tidak populer di awal.
Manfaat strategis ke depan antara lain:
1. Mengurangi kepadatan dan kerusakan jalan umum akibat truk tambang.
2. Memotong biaya logistik antarwilayah.
3. Mempercepat perputaran ekonomi lokal dan regional.
4. Meningkatkan daya tarik investasi di sektor energi dan sumber daya.
5. Menjadi koridor penghubung antar kecamatan dan desa terpencil.
“Jika kita terus terjebak dalam narasi curiga dan menolak pembangunan hanya karena belum terasa dampaknya hari ini, maka Lahat akan terus tertinggal dari daerah lain yang lebih berani mengambil langkah,” tambah Oktaria.
4. Mari Kawal Bersama, Bukan Menghalangi Tanpa Dasar
Saya mengajak seluruh elemen masyarakat—termasuk media, akademisi, tokoh adat, dan lembaga swadaya masyarakat—untuk mendorong pengawasan yang berbasis data dan solusi, bukan menciptakan opini yang membelah publik.
Apakah proyek ini harus diawasi? Tentu.
Apakah ada potensi penyimpangan? Selalu ada dalam setiap proyek besar.
Namun, yang lebih penting adalah: Bagaimana kita bersama mengawal, bukan menghakimi sebelum waktunya.
“Mari kita uji proyek ini dengan instrumen hukum, bukan dengan spekulasi. Lahat butuh kejelasan, bukan keraguan,” pungkas Oktaria.
5. Penutup: Pembangunan Butuh Ketegasan, Demokrasi Butuh Kedewasaan
Di tengah tantangan nasional menuju bonus demografi dan transformasi ekonomi, Lahat tidak bisa stagnan karena terjebak dalam kekisruhan isu yang belum tentu akurat. Daerah ini perlu infrastruktur yang kuat, keberanian mengambil keputusan, dan kemampuan menyampaikan narasi pembangunan secara transparan dan akuntabel.
Saya, Oktaria Saputra, berdiri di tengah sebagai bagian dari masyarakat yang ingin melihat Lahat maju, berkembang, dan berdaulat atas masa depannya. Kritik dan dukungan sama-sama penting. Tapi jangan sampai kritik tanpa data mematikan semangat kemajuan yang sedang tumbuh.
Lampiran Fakta Lapangan:
* Proyek dalam tahap awal pembukaan jalur, belum operasional.
* Proses perizinan UKL-UPL sedang berjalan dan didampingi oleh dinas teknis.
* Tidak ada dokumen yang menunjukkan pelanggaran hukum secara formil.
* Pelibatan perangkat desa dan tokoh lokal dalam tahap sosialisasi telah dilakukan.
* Belum ada aktivitas hauling aktif yang mengganggu masyarakat.