Jakarta – Dalam senyap dan tanpa gegap gempita, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menandatangani sebuah keputusan penting yang akan dikenang dalam perjalanan sejarah bangsa: pemberian amnesti dan abolisi kepada sejumlah individu yang selama ini tersangkut perkara hukum penuh kontroversi dan bernuansa politik.
Keputusan ini bukan sekadar tindakan hukum administratif. Ini adalah isyarat kuat dari seorang pemimpin yang memilih menyembuhkan, bukan melukai; membangun keadilan, bukan sekadar menegakkan hukum secara kaku. Di tengah riuh rendah politik yang kadang keras dan tanpa empati, Prabowo hadir membawa pesan damai dan pengampunan.
“Tidak banyak pemimpin yang berani mengambil langkah seperti ini,” ujar Ketua Umum DPP PGNR, Oktaria Saputra. Kamis (31/07/2025). “Apa yang dilakukan Presiden Prabowo adalah tonggak penting bagi demokrasi yang bermartabat.”
Langkah ini menjadi penanda bahwa negara tidak boleh hanya menjadi mesin kekuasaan, melainkan juga ruang pemulihan. Bagi mereka yang selama ini hidup dalam bayang-bayang stigmatisasi dan kriminalisasi, keputusan ini terasa seperti fajar baru. Banyak keluarga menangis haru, bukan karena dendam terbalas, tapi karena keadilan akhirnya mengetuk pintu mereka.
Di lingkungan Istana, keputusan ini disebut sebagai bagian dari strategi jangka panjang membangun rekonsiliasi nasional, memperkuat persatuan bangsa, dan mencegah luka-luka sejarah terus diwariskan ke generasi berikutnya.
“Pak Prabowo bukan hanya memimpin dengan strategi dan kekuatan militer, tetapi juga dengan hati dan kesadaran kebangsaan,” lanjutnya.
Tentu, langkah ini tidak akan lepas dari kritik. Di satu sisi, akan ada pihak yang menganggapnya terlalu lunak. Tapi sejarah telah menunjukkan bahwa keberanian terbesar bukan terletak pada siapa yang ditangkap, tetapi pada siapa yang berani melepaskan demi perdamaian yang lebih besar.
Kini, dunia mencatat: Prabowo Subianto bukan hanya jenderal di medan tempur, tetapi negarawan di medan sejarah.