Gelombang Penolakan dari Aktivis, Akademisi, dan Mantan Pejabat Penegak Hukum
Jakarta, – Haksuara.co.id – Sejumlah tokoh nasional tolak kriminalisasi, aktivis, akademisi, dan mantan pejabat penegak hukum menyuarakan penolakan keras terhadap langkah kepolisian memanggil mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad sebagai saksi dalam kasus dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo. Mereka menilai pemanggilan ini merupakan bentuk kriminalisasi yang berpotensi membungkam kebebasan berpendapat serta mempersempit ruang demokrasi di Indonesia.
Siapa yang Terlibat dan Mengapa Dipanggil
Pemanggilan Abraham Samad dilakukan oleh Polda Metro Jaya, dengan tuduhan pelanggaran Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik serta Pasal 27A dan 28 UU ITE. Pemanggilan ini diduga berkaitan dengan konten podcast yang dipublikasikan Abraham Samad, yang memuat diskusi seputar isu dugaan ijazah palsu Jokowi.
Abraham Samad menyatakan bahwa dirinya hadir memenuhi panggilan demi menunjukkan kepatuhan hukum sebagai warga negara, namun menegaskan bahwa substansi pemanggilan tersebut adalah bagian dari upaya pembungkaman suara kritis.
“Ini bukan tentang saya. Ini tentang masa depan demokrasi dan kebebasan berekspresi di Indonesia,” tegas Abraham Samad di hadapan media.
Apa Saja Pandangan Para Tokoh
Todung Mulya Lubis: Weaponization of Law Mengancam Negara
Advokat senior Todung Mulya Lubis menyebut kriminalisasi terhadap Abraham Samad sebagai setback luar biasa dalam sejarah hukum Indonesia.
“Inilah zaman di mana hukum dijadikan senjata politik. Kalau ini terus dilakukan, negara hukum akan hancur, dan Indonesia pun terancam runtuh,” ujar Todung.
Ia menegaskan bahwa pencemaran nama baik seharusnya diselesaikan secara perdata, bukan pidana.
Saut Situmorang: Memperbaiki Kerusakan Hukum dan Demokrasi
Mantan Wakil Ketua KPK (2015–2019) Saut Situmorang memandang kasus ini sebagai momentum memperbaiki kerusakan sistemik di bidang hukum, politik, dan ideologi yang diwariskan pemerintahan sebelumnya.
“Kita hadir untuk membantu pemerintah sekarang meluruskan jalan yang bengkok selama lebih dari 10 tahun,” ungkap Saut.
Novel Baswedan dan Aktivis Lain: Solidaritas Tanpa Kompromi
Eks penyidik KPK Novel Baswedan, akademisi seperti Ika Anusabakti, dan aktivis seperti Rai Rangkuti, kompak menolak kriminalisasi ini. Mereka menilai tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip equal justice under law.
“Negara hukum tidak boleh mengkriminalisasi orang yang sedang berupaya mengungkapkan kebenaran,” tegas B. Fitri Susanti, akademisi hukum.
Bagaimana Dampaknya Terhadap Demokrasi
Menurut para tokoh, kriminalisasi terhadap Abraham Samad mengirim sinyal buruk terhadap kebebasan pers dan kebebasan sipil. Mereka memperingatkan bahwa tindakan seperti ini dapat menjadi preseden berbahaya, di mana kritik terhadap penguasa bisa dihadapkan pada ancaman pidana.
Rai Rangkuti bahkan menilai langkah ini kontradiktif dengan sikap Presiden Prabowo Subianto yang belakangan menunjukkan keterbukaan terhadap kritik melalui pemberian amnesti dan abolisi kepada tokoh politik yang pernah berseberangan.
Apa yang Diminta Para Tokoh kepada Pemerintah
Para tokoh mendesak:
“Demokrasi membutuhkan kritik. Tanpa kritik, kekuasaan akan kehilangan kendali moralnya,” pungkas Todung Mulya Lubis.
Kasus pemanggilan Abraham Samad menjadi sorotan publik karena melibatkan isu fundamental: kebebasan sipil, integritas hukum, dan masa depan demokrasi Indonesia. Gelombang solidaritas lintas profesi menunjukkan bahwa perdebatan ini bukan sekadar soal individu, tetapi tentang prinsip dasar negara hukum.