Mengapa Aksi Kekerasan terhadap Tunanetra di Pematang Siantar Viral dan Dikecam PPDI

RD AHMAD SYARIF
16 Jun 2025 16:55
Hukum 0 130
2 menit membaca

Jakarta, – Haksuara.co.id Aksi kekerasan yang menimpa seorang penyandang disabilitas tunanetra dalam razia oleh petugas Satpol PP dan Dinas Sosial Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara, pada Jumat, 13 Juni 2025, viral di media sosial dan menuai gelombang kritik luas dari masyarakat. Minggu, (15/6/2025).

Video peristiwa tersebut menunjukkan tindakan yang dinilai tidak manusiawi oleh petugas terhadap individu yang berstatus sebagai penyandang disabilitas. Publik mempertanyakan integritas aparat pemerintah dalam menjalankan tugas sosial yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan perlindungan kelompok rentan.

Apa Kata PPDI

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Norman Yulian, menyampaikan kecaman keras atas tindakan tersebut. Ia menyebut insiden ini sebagai bentuk kekerasan yang bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia dan semangat inklusivitas dalam sistem sosial.

“Sungguh miris dan kejam. Apa yang dilakukan oknum Satpol PP dan Dinas Sosial Pematang Siantar kepada seorang penyandang tunanetra jelas menciderai rasa kemanusiaan dan keadilan sosial,” tegas Norman dalam keterangan pers di Jakarta.

Ia menegaskan bahwa Pemerintah Daerah, termasuk Walikota Pematang Siantar, Kepala Dinas Sosial, dan Kasatpol PP, seharusnya memahami dan melaksanakan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang mengatur secara tegas perlindungan, persamaan hak, dan kesetaraan.

Langkah Lanjutan PPDI

Norman menambahkan bahwa PPDI akan menempuh langkah lanjutan secara hukum dan advokasi publik untuk memastikan kejadian serupa tidak berulang.

“Kami mendorong investigasi terbuka dan penindakan terhadap oknum yang terlibat. Ini bukan sekadar pelanggaran prosedural, tetapi juga pelanggaran moral dan hukum,” ujarnya.

Seruan Kepada Presiden RI

Sebagai penutup, PPDI meminta Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk memberikan perhatian serius terhadap isu kemiskinan dan kerentanan yang dialami penyandang disabilitas di seluruh Indonesia.

“Penyandang disabilitas bukan sekadar objek belas kasihan, melainkan warga negara yang memiliki hak dan martabat yang setara. Negara wajib hadir secara nyata,” pungkas Norman.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa implementasi kebijakan sosial dan perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas harus disertai dengan pengawasan ketat dan pelatihan etika bagi para petugas lapangan. Kekerasan, dalam bentuk apapun, terhadap kelompok rentan tidak dapat ditoleransi.


Rd Ahmad Syarif

x
x