Lahat – Aktivis Nasional dan pemerhati lingkungan dari Kabupaten Lahat, Oktaria Saputra, mendesak pemerintah pusat turun tangan menindak tegas dugaan pelanggaran lingkungan oleh PT Long Daliq Primacoal bergerak di bidang stokfile batubara yang beroperasi di Desa Gedung Agung, Kecamatan Merapi Timur, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan.
Desakan ini muncul setelah Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Provinsi Sumatera Selatan mengeluarkan surat resmi bernomor 660/01682/DLHP/B.IV/2025 tertanggal 7 Oktober 2025, yang menyebutkan hasil verifikasi lapangan menunjukkan aktivitas PT Long Daliq Primacoal dilakukan di area sekitar 22 hektare tanpa dokumen lingkungan yang sah.
DLHP menegaskan bahwa hanya sekitar 5 hektare yang memiliki dokumen UKL-UPL milik PT Servo Buana Resources. Laporan awal atas dugaan pelanggaran ini disampaikan oleh Walius Putrawan, SH, dan sebelumnya telah ditindaklanjuti oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumatera Selatan, kemudian dilimpahkan ke DLHP Provinsi untuk proses penegakan hukum lingkungan.
Oktaria menilai temuan tersebut sudah cukup menjadi dasar bagi pemerintah untuk bertindak tegas. Ia menyebut dugaan pelanggaran ini bukan sekadar persoalan administratif, melainkan bentuk pembiaran terhadap perusakan lingkungan yang bisa merugikan masyarakat luas.
“Sudah jelas ada kegiatan di luar izin. Pemerintah tidak boleh menutup mata. Kalau hukum masih berlaku di negeri ini, hentikan seluruh aktivitas perusahaan itu. Cabut izinnya dan bawa semua pihak yang terlibat ke ranah hukum,” tegas Oktaria Saputra.
Ia juga menekankan pentingnya transparansi pemerintah dalam membuka hasil pemeriksaan lapangan dan dokumen lingkungan perusahaan. Masyarakat Gedung Agung dan sekitarnya, kata Oktaria, berhak tahu kondisi lingkungan yang sebenarnya.
“Rakyat bukan buta dan tidak bisa dibohongi. Mereka yang tinggal di sekitar lokasi sudah merasakan dampaknya, dari debu, kebisingan, hingga potensi pencemaran air. Negara harus hadir, bukan berpihak pada korporasi,” ujarnya dengan nada tegas, Jumat (17/10).
Lebih jauh, Oktaria meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Polda Sumatera Selatan untuk turun langsung menindaklanjuti temuan DLHP Sumsel. Menurutnya, masalah lingkungan tidak bisa diselesaikan dengan surat teguran, tapi harus dengan tindakan nyata di lapangan.
“Sudah terlalu banyak kasus serupa di Sumatera Selatan yang hanya berakhir dengan surat dan janji. Jangan biarkan hukum lingkungan jadi pajangan. Kalau negara tidak berani bertindak, berarti pemerintah ikut bertanggung jawab atas setiap kerusakan yang terjadi,” ujar Oktaria.
Ia menegaskan bahwa aktivitas stockpile batu bara tanpa izin lingkungan adalah bentuk pelanggaran serius yang bisa menimbulkan bencana ekologis. “Kerusakan alam tidak mengenal batas waktu. Sekali rusak, generasi mendatang yang menanggung akibatnya,” katanya.
Masyarakat kini menunggu langkah nyata dari pemerintah pusat, KLHK, dan aparat penegak hukum untuk memastikan proses hukum terhadap PT Long Daliq Primacoal berjalan tanpa kompromi dan tanpa intervensi.