Remaja Pelaku Pembunuhan, Potret Buram Generasi

HAK SUARA
18 Feb 2024 22:43
Ragam 0 133
4 menit membaca

OPINI—Kasus pembunuhan seolah tak pernah berakhir, motif dan cara membunuh makin beragam bahkan makin sadis. Lebih mengerikan lagi pelaku pembunuhan makin muda usianya. Seperti kasus yang terjadi di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Kepolisian Resor Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur, mengungkap kasus pembunuhan oleh seorang remaja berinisial J (16 tahun) terhadap satu keluarga berjumlah lima orang.

Diduga motif pembunuhan yang terjadi di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu karena persoalan asmara dan dendam pelaku terhadap korban. Antara pelaku dengan korban saling bertetangga. (Republik, 2024).

Tak hanya menghabisi nyawa satu keluarga di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, PPU, J alias SJ, 16, seorang juga menyetubuhi jasad SW, 34, istri korban Waluyo, 35, dan RJ, 15 yang tak lain adalah anak pertama. Pelaku juga mengambil ponsel dan uang korban sebesar Rp363 ribu.

Akibat perbuatan tindak pidana sadisnya, pelaku ditetapkan sebagai tersangka dan diberikan sanksi berat sesuai dengan pasal 340 KUHP subs pasal 338 KUHP jo pasal 80 Ayat (3) Jo Pasal 76 c UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup. (JawaPos, 2024)

Kasus kasus di atas merupakan salah satu potret buram pendidikan di Indonesia yang gagal mewujudkan siswa didik yang berkepribadian terpuji, dan tega melakukan perbuatan sadis dan keji.

Mengapa hal ini sangat mudah terjadi? Masalahnya ada di pendidikan keluarga, lingkungan masyarakat dan Negara. Serta sistem sanksi yang diterapkan tidak efektif dalam menjaga masyarakat. Hukum yang ada tidak mampu memberikan efek jera.

Pertama, keluarga. Keluarga yang tidak stabil akan berdampak negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Keluarga sangat memiliki peran dalam membentuk pribadi anak. Kesalehan anak bisa terwujud jika orang tua memiliki pola pikir Islam.

Kedua, masyarakat. Pertumbuhan dan perkembangan anak juga sangat dipengaruhi oleh masyarakat luar. Mau sebaik apa orang tua mendidik anak di rumah, mereka tetap was-was dengan lingkungan luar yang masih memiliki cara pandang sekuler yang cenderung menormalisasikan perilaku yang sebenarnya bertentangan dengan aturan Islam.

Ketiga, Negara. Sistem pendidikan yang diterapkan saat ini tidak mampu membentuk anak yang berpola pikir Islam. Negara belum bisa menghapus sepenuhnya hal-hal negatif dari dunia maya seperti video porno, kekerasan, perundungan, peredaran miras dan sebagainya.

Disisi lain pemerintah masih saja membolehkan peredaran miras di beberapa wilayah seperti tempat pariwisata dengan alasan adanya manfaat ekonomi.

Sistem Negara tidak mampu mencegah individu melakukan kejahatan merupakan gambaran Lemahnya sistem. Hal ini wajar sebab sistem sanksi hari ini adalah kesepakatan manusia tanpa melibatkan aturan Allah SWT

Solusi?

Dalam pandangan Islam, pemuda 16 tahun asal Paser Utara telah melanggar beberapa hukum Islam yaitu mengkonsumsi minuman keras (khamr), membunuh, memperkosa hingga mengambil harta korban (mencuri). Maka untuk menindak kasus tersebut, sistem Islam memiliki berbagai mekanisme yang mampu mencegah tindak kejahatan, salah satunya dengan pengharaman Khamar yang merupakan induk kejahatan.

Islam menganggap miras adalah induk kejahatan sehingga untuk menciptakan lingkungan yang aman, salah satu yang harus ditegakkan adalah pelarangan miras baik pelarangan produksi, kunsumsi, dan juga distribusi. Kemaksiatan meminum khamr akan dikenai sanksi hudud. Hukumannya adalah dicambuk 80 kali di tempat umum.

“Allah melaknat khamar (minuman keras), peminumnya, penuangnya, yang mengoplos, yang minta dioploskan, penjualnya, pembelinya, pengangkutnya, yang minta diangkut serta orang orang yang memakan keuntungannya.” (HR Ahmad).

Selanjutnya, pembunuhan yang dilakukan pemuda 16 tahun tersebut, tergolong pembunuhan berencana atau sengaja dilakukan. Terdapat 3 jenis sanksi;

Pertama hukuman mati. Kedua, membayar diyat (tebusan) kepada keluarga korban ketika keluarga korban memafkan pelaku. Diyatnya adalah memberikan 100 ekor unta, 40 ekor diantaranya dalam keadaan hamil (bunting), bagi yang mempunyai dinar atau dirham, diyat tersebut senilai 1.000 dinar atau senilai 12.000 dirham. Ketiga, memaafkan. Ketika keluarga korban tidak menuntut hukuman mati dan tebusan dari pembunuh.

Adapun sanksi pemerkosaan yang dilakukan dihukumi had zina ghairu muhsan (belum menikah) yakni dicambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun.

Sementara perbuatan mengambil harta korban (mencuri) bisa dihukumi dengan sanksi hudud mencuri ketika harta yang diambil mencapai nisab harta curian atau dihukumi sanksi ta’zir ketika harta yang diambil dibawah nisab harta curian.

Islam memiliki sistem kehidupan terbaik, berasaskan akidah Islam. Di antaranya adalah sistem Pendidikan yang mampu melahirkan generasi berkualitas dan berkepribadian Islam dan sistem sanksi yang menjerakan. Adanya sistem hukum dan sanksi yang sangat tegas dalam islam sangat meminimalkan terjadinya penyimpangan. Wallahu a’lam bish showwab. (*)

 

Penulis:
Fitriana
(Mahasiswi STAIN Majene)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x