BPN Balikpapan Didesak Pemilik Tanah Batalkan SHGB Grand City Balikpapan

TAUFIK ARIFIN
28 Sep 2023 23:52
Hukum 0 263
5 menit membaca

BALIKPAPAN – Tumpang tindih dokumen di atas tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata merupakan produk kekeliruan Kantor Pertanahan Balikpapan, Kalimantan Timur. Penerbitan lebih dari satu sertifikat di lahan yang sama itu telah menimbulkan permasalahan dan kerugian serta ketidakadilan di masyarakat.

Penegasan itu disampaikan Klara Sitinjak, kuasa hukum Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata, terkait sengkarut permasalahan hak milik lahan kliennya dengan PT. Sinar Mas Wisesa, pengembang perumahan Grand City Balikpapan.

“Kami memohon keadilan atas hak kami,” ujar Klara Sitinjak kepada wartawan, Kamis (28/9/2023).

Menurutnya, kepemilikan tanah Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata diperoleh dengan sah dan benar sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yakni, melalui proses lelang resmi di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dan melibatkan Badan Pertanahan Negara (BPN) Balikpapan.

“Sebelum lelang KPKNL dan Akta Jual Beli telah dilakukan pengukuran ulang yang disaksikan berbagai pihak, tidak ada pihak lain yang merasa keberatan atas tanah itu, apalagi SHM-nya sudah diterbitkan secara secara sah oleh ATR/BPN Kota Balikpapan sejak tahun 1990,” ujarnya.

“Bidang tanah kami juga telah teridentifikasi di Kantor Pertanahan Balikpapan,” sambungnya.

Dilanjutkan Klara, sebelum proses perolehan dilakukan pihaknya juga melakukan beberapa kali pengecekan status sertifikat di BPN Balikpapan sebelum lelang KPKNL dan Akta Jual Beli dilakukan. “Bukan cuma sekali, mohon dicatat, kami cek beberapa kali ke BPN. Kemudian dinyatakan telah diperiksa dan sesuai dengan daftar di Kantor Pertanahan Balikpapan,” jelas Klara.

Setelah adanya kepastian tersebut, kata Klara, aset tanahnya dikuasai, dijaga dan dirawat patok tanahnya oleh penjaga selama 24 jam berikut posko jaga.

Adapun dokumen dari Sinar Mas Wisesa disebut Klara Sitinjak hanyalah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). “Itu pun penerbitannya tahun 2017, sedangkan SHM kami diterbitkan 27 tahun lebih awal yaitu tahun 1990,” terangnya.

Dari alasan itu, kata Klara Sitinjak, patut diduga telah terjadi pemalsuan dokumen transaksi jual beli atas perolehan hak dokumennya. “Ada dugaan pemalsuan data almarhum pemilik girik dan warkah ada coretan dan atau tip ex,” tegasnya.

Kejanggalan lainnya yang tak kalah meragukan, adalah tertera dalam Berita Acara Klarifikasi pada 22 Mei 2023, di mana ada bidang tanah milik Sinar Mas Wisesa tertulis belum dapat teridentifikasi oleh BPN Kota Balikpapan.

Klara menyebutkan pada acara survey lapangan 5 Mei 2023 ada beberapa patok Grand City yang meragukan dan tidak dapat ditunjukan kepada petugas BPN. “Dengan kata lain tidak jelas,” urainya dan menyebutkan bahwa pihak Sinar Mas Wisesa terkesan menghindar dan tidak beritikad baik menyelesaikan masalah.

Dari berbagai alasan dan dokumen kepemilikan sah Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata, konflik sengketa itu pun dibawa hingga audiensi langsung dengan Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto pada 15 November 2022.

Dalam pertemuan itu diperoleh arahan Dirjen Sengketa dan Konflik Pertanahan, bidang yang overlap tersebut kemudian dilakukan pemblokiran pada 12 sertifikat yang tumpang tindih, 4 dan 3 di antaranya sertifikat milik Sinar Mas Wisesa dan 5 lainnya milik masyarakat.

Tapi, belakangan, Klara menyebut pihak Sinar Mas Wisesa meminta agar blokir tersebut dicabut. “Gilanya lagi salah satu sertifikat yang diblokir atas arahan Dirjen Kementerian ATR/BPN, malah akan dilakukan pemisahan oleh Kantor Pertanahan Balikpapan, yaitu SHGB 07028 Sepinggan atas nama Sinar Mas Wisesa, ini kan jelas ngawur dan kesannya sangat gegabah karena objek tersebut jelas-jelas sedang bersengketa,” tegas Klara Sitinjak.

“Kalau ini sampai dilakukan oleh BPN Balikpapan, ini terkesan terang benderang BPN Balikpapan cenderung berpihak ke salah satu pihak. Ada apa ini? Bukannya menyelesaikan konflik tapi justru semangatnya malah membuat permasalahan tumpang tindih menjadi semakin ruwet,” tambah Klara sembari menambahkan bahwa objek yang akan dipisahkan sertifikatnya itu diduga adalah bidang yang saat ini telah terbangun perumahan kluster Hyland.

Oleh karenanya, Klara meminta Kantor Pertanahan Kota Balikpapan bersikap adil dan membatalkan semua produk sertifikat kepemilikan PT Sinar Mas Wisesa yang bertumpang tindih dengan tanah SHM kliennya, Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata. “Kalau pembatalan SHGB itu telah dilaksanakan sebagaimana mestinya, maka silakan SHGB Grand City yang tidak tumpang tindih, dipisahkan dan dipecahkan. Sekali lagi, batalkan dulu SHGB mereka yang tumpang tindih dengan kami,” imbuh Klara Sitinjak lagi.

Sebagaimana diketahui konflik tanah PT. Sinar Mas Wisesa selaku pengembang perumahan Grand City Balikpapan dengan sejumlah warga pemilik tanah telah berlangsung lama. Persoalan tidak hanya pada Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata sebagai pemilik sah tanah lebih kurang seluas 15 hektar yang juga diklaim oleh Sinar Mas Wisesa. Tapi juga dengan beberapa warga lainnya.

Tercatat, PT. Sinar Mas Wisesa berkonflik pula dengan warga pemilik tanah, yakni;
1. Ekatiningsih pemilik lahan 19 hektar dengan sertifikat nomor 6079.
2. David Hasihau
3. Mujiono
4. Nurjanah
5. Tiket Abudan

Hampir dua tahun mediasi penyelesaian tumpang tindih sengketa tanah warga warga dengan pengembang perumahan PT. Sinar Mas Wisesa itu tak ada titik terang.

Tak pelak, Ketua Komisi I DPRD Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, H. Laisa Hamisa ikut angkat bicara.

Laisa mendesak Kantor Pertanahan Kota Balikpapan, Kalimantan Timur secepatnya menuntaskan sengketa tersebut. “Kita minta kejelasan (penyelesaian) kenapa ada tumpang tindih sertifikat ini,” tegasnya.

Agus Amri yang bertindak sebagai kuasa hukum Ekatiningsih juga menyesalkan kejadian itu. Dia menyatakan, lahan yang kini telah dibangun perumahan Grand City Balikpapan oleh PT Sinar Mas Wisesa merupakan milik kliennya.

Dia mengatakan, PT Sinar Mas Wisesa telah mengusai secara sepihak lahan milik kliennya yang telah bersertifikat tahun 2005, sementara sertifikat Sinar Mas muncul tahun 2015 dan kemudian dibangun perumahan elit di lahan Ekatingsih. Sehingga ia menilai hal itu telah melawan hukum.

Pihak Sinar Mas Wisesa, yakni Land Akuisisi Permit Security Kalimantan Departemen Head Sinarmas, Piratno yang dihubungi via aplikasi WattApp-nya, tidak memberikan responsnya.

Ketika dihubungi via WattsApp-nya, Piratno berkilah hal itu bukan wewenangnya, tapi Legal Perusahaan, Irwan. “Maaf Pak legal yang bisa memberikan penjelasan,” tukasnya.

Adapun Irwan selaku Legal Sinar Mas Wisesa, saat dihubungi via WattsApp-nya, tak bergeming sama sekali, seolah tidak ada masalah.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x